Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baron van Hoevell, Penentang Sistem Tanam Paksa

Kompas.com - 27/01/2022, 13:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Baron van Hoevell merupakan politikus, reformis, dan penulis berkebangsaan Belanda.

Namanya dikenal karena menjadi salah satu tokoh yang paling vokal dalam menentang salah satu kebijakan Belanda di Indonesia.

Hal yang dilakukan Baron van Hoevell terhadap pemerintah Belanda adalah menolak dan berusaha menghapuskan sistem tanam paksa.

Menurut pendapatnya, kebijakan sistem tanam paksa yang dibuat oleh Belanda sangat menyengsarakan rakyat.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Masa muda

Baron van Hoevell atau yang bernama lengkap Wolter Robert van Hoevell lahir di Deventer, Belanda, pada 14 Juli 1812.

Ia merupakan putra keturunan bangsawan, Gerrit Willem Wolter Carel dan Emerentia Luthera Isabella.

Ketika remaja, keluarganya pindah dari Deventer ke Groningen, di mana ia mengenyam pendidikan di sekolah Latin.

Setelah itu, pada 1829, Baron melanjutkan pendidikannya di Universitas Groningen untuk mendalami ilmu teologi.

Di tengah-tengah studinya, pada 1830, ia sempat terlibat dalam aksi militer di Belgia, di mana Belanda Utara berusaha mempertahankan kerajaannya di Belgia.

Usai berperang, Baron kembali ke Belanda dalam kondisi sakit parah, tetapi ia berhasil pulih dan kembali melanjutkan studinya.

Pada 1830, ia akhirnya menyelesaikan pendidikannya dan mendapat predikat summa cum laude.

Masih di tahun yang sama, Baron menikahi seorang wanita bernama Abrahamina Johanna Trip. Dari pernikahannya, ia dikaruniai dua putri dan empat putra.

Baca juga: Tokoh-Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa

Menentang sistem tanam paksa

Tidak lama setelah lulus dan menikah, Baron van Hoevell menjadi pendeta di Batavia, Hindia Belanda, di mana ia memimpin jemaat berbahasa Melayu dan Belanda.

Pada 1838, ia mendapat pekerjaan tambahan sebagai sejarawan untuk pemerintah daerah, yang mengharuskannya melakukan perjalanan ke berbagai daerah.

Ketika bertugas, Baron mulai mendapati bahwa sistem tanam paksa (cultuurstelsel) yang diberlakukan sejak masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada 1830 sangat merugikan rakyat Indonesia dan menimbulkan diskriminasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com