Periode ini berlangsung antara 15 Februari 1950 hingga 16 Agustus 1950, karena RIS tidak berlangsung lama.
Setelah tercapai kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka dibentuk panitia penyusun RUUD yang disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat serta oleh DPR dan senat RIS pada 14 Agustus 1950.
Setelah itu, diadakan rapat DPR dan Senat pada 15 Agustus 1950 yang menyatakan terbentuknya NKRI dengan tujuan:
Baca juga: Kabinet RIS: Penetapan, Susunan, Sistem Pemerintahan, dan Kebijakan
Selama periode RIS, DPR berhasil menyelesaikan tujuh buah undang-undang, salah satunya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
Setelah berlakunya undang-undang dasar baru pada 17 Agustus 1950, DPR pun berubah menjadi DPR Sementara atau DPRS.
Pada 1955, diadakan pemilihan umum (pemilu) pertama dengan total 260 kursi DPRS diperebutkan.
Pemilu ini diadakan pada masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Para anggota DPRS pada pemilu tahun 1955 memiliki tugas dan wewenang yang sama dengan masa DPR sebelumnya.
Hanya saja, pada masa ini terjadi tiga kali perubahan kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamidjojo, dan Kabinet Djuanda.
Dalam susunan legislatif terbaru setelah pemilu terdapat 19 fraksi, yang didominasi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI), Masjumi, NU, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca juga: PKI: Asal-usul, Pemilu, Pemberontakan, Tokoh, dan Pembubaran
Namun DPR mengalami kegagalan dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Akibatnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya untuk kembali kepada UUD 1945.
Pada Oktober 1965, politik Indonesia mengalami kegaduhan pasca-meletusnya Gerakan 30 September atau G30S yang diduga melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Merespons situasi yang sedang terjadi, DPR kemudian membekukan 62 anggota DPR fraksi PKI dan Ormasnya.
Baca juga: Berapa Kali Amandemen UUD 1945 Dilakukan?
Dalam mengatasi situasi tersebut, DPR memutuskan membentuk dua panitia, yaitu
Setelah terjadi transisi pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, DPR memulai tugas dan wewenangnya yang sesuai dengan cita-cita Orde Baru.