Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Terbentuknya DPR RI

DPR mengemban tugas dan fungsi yang diatur dalam UUD tahun 1945 hasil amandemen, yaitu sebagai lembaga pembentuk undang-undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah, dan fungsi anggaran.

Pada masa penjajahan Belanda, lembaga parlemen semacam DPR dinamakan Volksraad yang dibentuk pada 1918 oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum.

Setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada 1942, Volksraad tidak diakui. Baru setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dibentuk lembaga parlemen untuk mengisi pemerintahan.

Berikut ini sejarah terbentuknya DPR RI.

Dibentuknya KNIP

Di awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara untuk mengisi pemerintahan belum dibentuk semuanya.

Berdasarkan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang menjadi cikal bakal badan legislatif di Indonesia.

KNIP diresmikan oleh presiden pada 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.

Tanggal peresmian KNIP ini yang kemudian dijadikan sebagai Hari Lahir DPR RI.

KNIP beranggotakan sekitar 137 orang, yang terdiri atas para pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah.

Dalam sidang pertamanya, Mr. Kasman Singodimedjo ditetapkan sebagai ketua KNIP dengan dibantu tiga wakilnya, yaitu Mas Sutardjo Kertohadikusumo, Adam Malik, dan Mr. J. Latuharhary.

KNIP dilantik dan mulai bertugas sejak 29 Agustus 1945 hingga 15 Februari 1950.

DPR dan Senat RIS

Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), badan legislatif terbagi menjadi dua majelis, yaitu Senat (beranggotakan 32 orang) dan DPR (beranggotakan 146 orang).

Hak yang dimiliki DPR adalah hak budget, inisiatif, dan amendemen, serta wewenang untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) bersama pemerintah.

DPR juga memiliki hak bertanya, hak interpelasi dan hak angket, namun tidak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet.

Periode ini berlangsung antara 15 Februari 1950 hingga 16 Agustus 1950, karena RIS tidak berlangsung lama.

Setelah tercapai kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka dibentuk panitia penyusun RUUD yang disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat serta oleh DPR dan senat RIS pada 14 Agustus 1950.

Setelah itu, diadakan rapat DPR dan Senat pada 15 Agustus 1950 yang menyatakan terbentuknya NKRI dengan tujuan:

Selama periode RIS, DPR berhasil menyelesaikan tujuh buah undang-undang, salah satunya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Setelah berlakunya undang-undang dasar baru pada 17 Agustus 1950, DPR pun berubah menjadi DPR Sementara atau DPRS.

DPRS dan DPR hasil pemilu pertama

Pada 1955, diadakan pemilihan umum (pemilu) pertama dengan total 260 kursi DPRS diperebutkan.

Pemilu ini diadakan pada masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Para anggota DPRS pada pemilu tahun 1955 memiliki tugas dan wewenang yang sama dengan masa DPR sebelumnya.

Hanya saja, pada masa ini terjadi tiga kali perubahan kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamidjojo, dan Kabinet Djuanda.

Dalam susunan legislatif terbaru setelah pemilu terdapat 19 fraksi, yang didominasi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI), Masjumi, NU, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun DPR mengalami kegagalan dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950.

Akibatnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya untuk kembali kepada UUD 1945.

Era Orde Baru

Pada Oktober 1965, politik Indonesia mengalami kegaduhan pasca-meletusnya Gerakan 30 September atau G30S yang diduga melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Merespons situasi yang sedang terjadi, DPR kemudian membekukan 62 anggota DPR fraksi PKI dan Ormasnya.

Dalam mengatasi situasi tersebut, DPR memutuskan membentuk dua panitia, yaitu

  • Panitia Politik: tugasnya mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik.
  • Panitia Ekonomi: tugasnya memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.

Setelah terjadi transisi pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, DPR memulai tugas dan wewenangnya yang sesuai dengan cita-cita Orde Baru.

Adapun tugas utama DPR era Orde Baru adalah:

Selama masa Orde Baru, di dalam tubuh DPR terjadi banyak skandal, seperti korupsi dan penyuapan.

Hal ini membuat wajah DPR buruk di mata masyarakat. Ketua MPR-RI periode 1999-2004, Amien Rais, bahkan mencap DPR sebagai tukang stempel dari pemerintahan Soeharto.

Buruknya kinerja DPR pada era Orde Baru membuat rakyat tidak puas terhadap para anggota legislatif. Hal ini diperparah dengan krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu.

DPR juga mendapat kritik dari masyarakat karena dianggap malas bekerja meski telah mendapat fasilitas mewah, seperti gaji besar, kendaraan, dan perumahan.

Puncaknya adalah demonstrasi mahasiswa pada 1998, yang mampu menguasai gedung DPR dan berakhir dengan lengsernya Presiden Soeharto dari jabatannya.

Periode DPR RI

  • Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) (1945-1950)
  • DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (RIS) (1950)
  • Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) (1950-1956)
  • DPR hasil Pemilu 1955 (1956-1959)
  • DPR setelah Dekrit Presiden (1959-1960)
  • Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) (1960-1965)
  • DPR GR minus Partai Komunis Indonesia (PKI) (1965-1966)
  • DPR GR Orde Baru (1966-1971)
  • DPR hasil Pemilu 1971 (1971-1977)
  • DPR hasil Pemilu 1977 (1977-1982)
  • DPR hasil Pemilu 1982 (1982-1987)
  • DPR hasil Pemilu 1987 (1987-1992)
  • DPR hasil Pemilu 1992 (1992-1997)
  • DPR hasil Pemilu 1997 (1997-1999)
  • DPR hasil Pemilu 1999 (1999-2004)
  • DPR hasil Pemilu 2004 (2004-2009)
  • DPR hasil Pemilu 2009 (2009-2014)
  • DPR hasil Pemilu 2014 (2014-2019)
  • DPR hasil Pemilu 2019 (2019 sampai sekarang)

Referensi:

  • Boboy, Max. 1994. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Perspektif Sejarah dan Tata Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/23/080000979/sejarah-terbentuknya-dpr-ri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke