KOMPAS.com - Kerajaan Sekadau adalah kerajaan yang pernah berdiri di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Asal-usul kerajaan ini bermula dari pecahan rombongan Dara Nante, yang berasal dari Kabupaten Sanggau, di bawah pimpinan Singa Patih Bardat.
Riwayat Kerajaan Sekadu berakhir ketika penguasanya menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintahan Pusat di Jakarta pada 1952.
Baca juga: Asal-usul Suku Dayak di Kalimantan
Kerajaan Sekadau diperkirakan berdiri sekitar tahun 1780-an dengan pusat kerajaan berada di Kematu, sekitar 3 kilometer dari Rawak Hilir, di Sekadau.
Cikal bakal kerajaan ini berasal dari pecahan rombongan kerabat Dara Nante, yang dipimpin oleh Singa Patih Bardat dan Patih Bangi.
Rombongan ini menyusuri Sungai Sekadau, anak dari Sungai Kapuas. Dalam perkembangannya, mereka menurunkan suku Kematu, Benawa, Senganan, dan Mualang.
Keturunan Dayak Mualang itulah yang akhirnya menurunkan raja-raja Sekadau.
Adapun penguasa pertama Kerajaan Sekadau adalah Pangeran Engkong, yang memiliki tiga anak laki-laki bernama Pangeran Agong, Pangeran Kadar, dan Pangeran Senarong.
Pangeran Kadar kemudian dipilih oleh Pangeran Engkong sebagai penerusnya karena dianggap lebih mampu memahami kehendak rakyat dan lebih bijaksana daripada kakaknya, Pangeran Agong.
Setelah Pangeran Kadar, Kerajaan Sekadau dipimpin oleh Pangeran Suma, yang sebelumnya dikirim untuk belajar Islam di Mempawah.
Baca juga: Kerajaan Bunut: Sejarah, Perkembangan, dan Keruntuhan
Pada masa pemerintahan Pangeran Suma, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Sungai Bara dan dibangun sebuah masjid kerajaan.
Meski Sekadau masih berstatus sebagai kerajaan yang berdaulat, tetapi pengaruh Belanda mulai masuk dan mengakar kuat.
Bahkan Belanda juga sering melibatkan diri dalam permasalahan internal Kerajaan Sekadau.
Selanjutnya, Pangeran Suma digantikan oleh putra mahkotanya yang bernama Abang Todong dengan gelar Sultan Anum.
Dalam perkembangannya, hubungan dengan Belanda semakin memanas karena Kerajaan Sekadau dicurigai akan melakukan perlawanan.