Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mohammad Djamil, Dokter Pejuang Kemerdekaan dan Kemanusiaan

Kompas.com - 02/12/2021, 13:03 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Kemudian pada 1924, pemerintah mengirimnya ke Sumatera Barat untuk melayani rumah sakit dan poliklinik di Bukittinggi, Baso, Matur, Lubuk Basung, hingga Tiku. 

Di sela-sela kesibukannya, Djamil masih melakukan riset mengenai tuberculosa dan menuliskan laporan mengenai hasil risetnya tersebut. 

Laporan yang ia tulis berhasil mendapat penghargaan dari pemerintah Hindia Belanda. 

Baca juga: Tokoh Tiga Serangkai Pendiri Indische Partij

Pada 1926, Djamil dipindahkan ke Tapanuli untuk melayani masyarakat di Panyabungan. Di sinilah ia dihadapkan oleh wabah malaria yang melanda daerah tersebut. 

Selain mengobati pasien, ia juga melakukan riset soal malaria untuk memudahkannya dalam bertugas.

Hasil risetnya berhasil melahirkan sebuah karya ilmiah tentang pola ampuh memberantas penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk anopheles itu.

Mendapat dua gelar doktor

Prestasi yang diraih Mohammad Djamil mengantarkannya pada kesempatan untuk berkuliah di Belanda.

Pada 1929, ia bertolak untuk melanjutkan studi kedokteran ke Utrecht dan lulus pada 31 Mei 1932 dengan gelar Doctor Medicinae Interne Ziekten (dokter ahli penyakit dalam). 

Tidak berhenti di situ, kecerdasannya kembali mendatangkan beasiswa untuk belajar di John Hopkins University, Amerika Serikat.

Hanya dalam kurun waktu dua tahun, Djamil berhasil meraih gelar doktor keduanya di bidang kesehatan.

Dengan begitu, ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh dua gelar doktor.

Baca juga: Kariadi, Dokter yang Gugur di Pertempuran Lima Hari Semarang

Kembali berkiprah di Tanah Air

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika Serikat, Mohammad Djamil kembali ke Tanah Air dan mulai bertugas di Batavia pada 1934. 

Setelah itu, ia sempat ditugaskan di beberapa kota di Jawa, hingga akhirnya dipindahkan ke Bengkalis, Riau, pada 18 November 1935. 

Djamil bertugas di Riau selama tiga tahun, sebelum akhirnya dipindahkan lagi ke Pulau Jawa pada 1938. 

Di Kantor Pusat Malaria di Batavia, ia kembali melakukan riset tentang cara membunuh jentik-jentik nyamuk malaria. Berkat penelitiannya tersebut, Djamil dinobatkan sebagai Malaria-Loog atau ahli malaria.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com