Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mohammad Djamil, Dokter Pejuang Kemerdekaan dan Kemanusiaan

Kompas.com - 02/12/2021, 13:03 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mohammad Djamil adalah tokoh kesehatan masyarakat dan dokter pada masa Hindia Belanda yang berasal dari Sumatera Barat.

Ia merupakan orang Indonesia pertama yang memperoleh dua gelar doktor.

Selain berkecimpung di dunia kedokteran, Mohammad Djamil juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan yang tangguh dan pengabdi kemanusiaan.

Pendidikan

Mohammad Djamil lahir di Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat, pada 28 November 1898. 

Ia menghabiskan masa kecilnya di kampung halamannya di Kayu Tanam. Kala itu, ia kerap mengisi waktunya untuk belajar mengaji.

Ayah Djamil adalah seorang petani, sedangkan keluarga ibunya banyak yang menjadi ulama terpandang.

Pada 1906, ia dimasukkan oleh pamannya ke Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar zaman kolonial Hindia Belanda di Padang Panjang.

Baca juga: Biografi Chairil Anwar, Si Binatang Jalang

Selama di sekolah, Djamil dikenal sebagai siswa yang sangat cerdas. Berkat kecerdasannya, ia pun tampil paling menonjol dibanding teman-teman kelasnya, termasuk orang-orang Belanda.

Enam tahun kemudian, ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di ELS, lebih cepat satu tahun dari seharusnya.

Setamatnya dari ELS tahun pada 1912, ia dikirim pamamnnya ke Batavia untuk mengikuti ujian masuk sekolah kedokteran (STOVIA). 

Mohammad Djamil pun dinyatakan lolos dan resmi menjadi murid kedokteran di STOVIA. 

Selama belajar di STOVIA, ia tidak hanya aktif di bidang akademik saja, melainkan juga bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond

Dari situlah, bibit-bibit pergerakan nasional mulai muncul dalam dirinya.

Djamil menghabiskan masa pendidikannya di STOVIA selama sembilan tahun. Ia lulus pada 29 April 1921 dengan menyandang gelar dokter.

Baca juga: Biografi Ahmad Tohari

Stovia, cikal bakal Museum Kebangkitan NasionalDokumen Kemdikbud Stovia, cikal bakal Museum Kebangkitan Nasional

Karier awal di bidang kesehatan

Setelah lulus dari STOVIA, Mohammad Djamil diminta menjadi asisten dosennya dalam mengajar sekaligus melakukan berbagai riset kedokteran. 

Kemudian pada 1924, pemerintah mengirimnya ke Sumatera Barat untuk melayani rumah sakit dan poliklinik di Bukittinggi, Baso, Matur, Lubuk Basung, hingga Tiku. 

Di sela-sela kesibukannya, Djamil masih melakukan riset mengenai tuberculosa dan menuliskan laporan mengenai hasil risetnya tersebut. 

Laporan yang ia tulis berhasil mendapat penghargaan dari pemerintah Hindia Belanda. 

Baca juga: Tokoh Tiga Serangkai Pendiri Indische Partij

Pada 1926, Djamil dipindahkan ke Tapanuli untuk melayani masyarakat di Panyabungan. Di sinilah ia dihadapkan oleh wabah malaria yang melanda daerah tersebut. 

Selain mengobati pasien, ia juga melakukan riset soal malaria untuk memudahkannya dalam bertugas.

Hasil risetnya berhasil melahirkan sebuah karya ilmiah tentang pola ampuh memberantas penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk anopheles itu.

Mendapat dua gelar doktor

Prestasi yang diraih Mohammad Djamil mengantarkannya pada kesempatan untuk berkuliah di Belanda.

Pada 1929, ia bertolak untuk melanjutkan studi kedokteran ke Utrecht dan lulus pada 31 Mei 1932 dengan gelar Doctor Medicinae Interne Ziekten (dokter ahli penyakit dalam). 

Tidak berhenti di situ, kecerdasannya kembali mendatangkan beasiswa untuk belajar di John Hopkins University, Amerika Serikat.

Hanya dalam kurun waktu dua tahun, Djamil berhasil meraih gelar doktor keduanya di bidang kesehatan.

Dengan begitu, ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh dua gelar doktor.

Baca juga: Kariadi, Dokter yang Gugur di Pertempuran Lima Hari Semarang

Kembali berkiprah di Tanah Air

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika Serikat, Mohammad Djamil kembali ke Tanah Air dan mulai bertugas di Batavia pada 1934. 

Setelah itu, ia sempat ditugaskan di beberapa kota di Jawa, hingga akhirnya dipindahkan ke Bengkalis, Riau, pada 18 November 1935. 

Djamil bertugas di Riau selama tiga tahun, sebelum akhirnya dipindahkan lagi ke Pulau Jawa pada 1938. 

Di Kantor Pusat Malaria di Batavia, ia kembali melakukan riset tentang cara membunuh jentik-jentik nyamuk malaria. Berkat penelitiannya tersebut, Djamil dinobatkan sebagai Malaria-Loog atau ahli malaria.

Pada akhir 1940, ia pindah tugas lagi ke Bengkulu untuk menjabat sebagai kepala wilayah kesehatan untuk Keresidenan Bengkulu.

Ketika bertugas di Bengkulu, Djamil bertemu dengan Soekarno yang sedang menjalani hukuman buangan ke sana. 

Namun, kariernya hancur saat Jepang datang mengambil alih kekuasaan Belanda. Pada 1943, Djamil memutuskan untuk mundur dari jabatannya dan membawa keluarganya ke Pakandangan, Padang Pariaman, Sumbar.

Rumah Peninggalan Mohammad DjamilCreative Commons Rumah Peninggalan Mohammad Djamil

Aktif berpolitik

Meski tanpa latar belakang di dunia politik, Mohammad Djamil mantab untuk bergabung bersama para tokoh dan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Bersama tokoh pendidikan Mohammad Sjafei, Sutan Mohammad Rasjid, dan Arif Datuak Madjo Urang, ia membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID).

Dalam sidang pertama KNID Sumbar yang dilaksanakan pada 31 Agustus 1945, ia berperan sebagai wakil ketua, mendampingi M Sjafei. 

Baca juga: Aman Dimot, Pejuang yang Kebal Peluru

Ketika Sjafei terpilih menjadi residen, Djamil menggantikan posisinya sebagai Ketua KNID Sumbar pada September 1945.

Dalam pidato-pidatonya, ia berhasil membakar semangat rakyat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Setelah itu, ia memangku jabatan Rresiden Sumatera Barat periode 18 Maret 1946 hingga 1 Juli 1946. 

Akhir hidup

Mohammad Djamil wafat pada 1961. Pada 1978, namanya kemudian diabadikan menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang.

Pemerintah Indonesia juga menetapkan Djamil sebagai pejuang kemerdekaan di Sumatera Barat. 

 

Referensi: 

  • Ichlasul, Amal. (1992). Regional and Central Government in Indonesia Politics: West Sumatra and South Sulawesi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com