Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya usulan membagi negeri Kahuripan menjadi dua kerajaan disetujui. Orang yang akan membagi adalah Mpu Baradah.
Mpu Baradah dikenal sebagai orang yang pandai dan memiliki cinta yang besar terhadap sesama. Ia juga sempat membantu Prabu Airlangga ketika musuhnya, Calonarang, menyebar penyakit di Kahuripan.
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Kabupaten Rembang
Saat itu juga, Prabu Airlangga segera mengutus dua orang untuk berangkat menjumpai Mpu Baradah.
Setelah mendengar pesan dari Prabu Airlangga, Mpu Baradah setuju untuk membagi Kahuripan menjadi dua karena tidak ingin rakyat menderita karena perang saudara.
Mpu Baradah lantas membagi Kaharipan menjadi dua kerajaan, yang satu bernama Jenggala dan yang satu diberi nama Panjalu atau Kediri.
Setelah pembagian negeri Kahuripan diselesaikan, Prabu Airlangga menganugerahi Mpu Baradah sebidang tanah yang cukup luas.
Tanah tersebut kemudian dinamai Bhurara oleh Mpu Baradah. Bhurara berasal dari kata bumi yang artinya tanah, dan rara yang artinya anak.
Bhurara dapat diartikan tanah yang diberikan raja kepada seorang anak atau orang yang berjasa kepada negara.
Oleh penduduk sekitar, nama Bhurara sering diucapkan Wurara atau Wurare. Pasalnya, dalam bahasa Jawa sendiri, kerap terjadi pertukaran pada huruf w dengan huruf b.
Lambat laun, nama Bhurara berubah menjadi Blura dan selanjutnya menjadi Blora.
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Kabupaten Bantul
Menurut cerita rakyat versi lain, nama Blora disebut-sebut berasal dari kata belor yang berarti lumpur, yang kemudian berkembang menjadi mbeloran.
Secara etimologi, Blora berasal dari kata wai dan lorah. Wai berarti air dan lorah berarti jurang atau tanah rendah.
Seiring berjalannya waktu, penyebutan kata Wailorah menjadi Bailorah. Dari Bailorah kemudian menjadi Balora, dan akhirnya menjadi Blora.
Jadi, apabila diartikan nama Blora memiliki arti tanah rendah berair.
Referensi: