Ketika itu, Jepang melihat bahwa Chatib Sulaiman lah yang paling memiliki kepekaan serta kecerdasan tinggi.
Jepang kemudian membentuk organisasi semimiliter di Sumatra Barat bernama Giyugun.
Chatib Sulaiman pun direkrut oleh Jepang untuk menjadi pemimpin Giyugun.
Jabatan Sulaiman sebagai pemimpin Giyugun memberinya kesempatan untuk membangun dan membina kekuatan bersenjata yang dapat digunakan untuk mencapai Indonesia merdeka.
Sebagai pemimpin Giyugun, Sulaiman mengarahkan para pemuda anggotanya untuk disiapkan menjadi seorang tentara untuk Indonesia merdeka.
Oleh sebab itu, Sulaiman sangat berhati-hati dalam memilih siapa yang akan menjadi anak buahnya.
Setiap pemuda yang akan bergabung dalam Giyugun diharuskan Sulaiman untuk memiliki latar belakang pendidikan yang cukup.
Baca juga: Jibakutai, Pasukan Berani Mati pada Masa Jepang
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1949, Chatib Sulaiman yang menjabat sebagai Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah menggelar rapat di Lurah Kincia, Sumatra Barat.
Rapat tersebut dihadiri oleh Bupati militer dan beberapa pimpinan pejuang lainnya.
Dalam rapat itu, Sulaiman bersama para anggota yang hadir membahas mengenai bagaimana cara mengatasi Belanda yang sudah menguasai Kota Payakumbuh.
Usai berdiskusi, akhirnya hasil rapat memutuskan bahwa Belanda harus diserang dari segala arah lalu menduduki mereka untuk menunjukkan bahwa perjuangan rakyat Indonesia masih ada.
Akan tetapi, saat Sulaiman dan para pejuang lain hendak bergerak, keberadaan mereka berhasil diketahui oleh Belanda.
Akibatnya, pada subuh tanggal 15 Januari 1949, saat mereka hendak melaksanakan shalat subuh, mereka diberondong tembakan oleh Belanda.
Chatib Sulaiman dan beberapa pimpinan perjuangan beserta puluhan orang lainnya tewas seketika.
Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan Chatib Sulaiman di Sumatra Barat, namanya pun dijadikan sebagai nama jalan di Padang.
Referensi: