Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Datuk ri Bandang, Tokoh Penyebar Islam di Indonesia Timur

Kompas.com - 15/11/2021, 08:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ulama dari Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Kutai dan Gowa Tallo adalah Datuk ri Bandang.

Sosok yang memiliki nama asli Abdul Makmur ini lahir di Koto Tangah, Minangkabau, pada abad ke-16.

Abdul Makmur alias Khatib Tunggal, kemudian dikenal sebagai satu dari tiga ulama yang berjasa melakukan penyebaran agama Islam di Kepulauan Sulawesi.

Sejak akhir abad ke-16, ia juga aktif berdakwah dan mengislamkan kerajaan-kerajaan di wilayah timur Indonesia, seperti di Kutai (Kalimantan) dan Kerajaan Bima (Nusa Tenggara Barat).

Murid Sunan Giri

Sebelum menjadi tokoh sentral dalam pengislaman beberapa daerah di Indonesia Timur, Datuk ri Bandang adalah santri Sunan Giri.

bersama dua ulama lainnya, yakni Datuk Sulaiman dan Datuk ri Tiro, Datuk ri Bandang meninggalkan Minangkabau menuju Riau, kemudian menyeberang ke Johor.

Di Riau, mereka belajar mengenai budaya masyarakat Sulawesi Selatan dari para pelaut Bugis-Makassar.

Selanjutnya, Datuk ri Bandang singgah dan berguru kepada Wali Songo, khususnya Sunan Giri, di Tanah Jawa.

Hal ini tercatat dalam Panambo Lombok, yang juga didukung oleh keterangan dalam Lontara Wajo, bahwa Datuk ri Bandang adalah jejaring Sunan Giri yang menyebarkan Islam di tanah Makassar.

Bahkan di dalam Babad Lombok, disebutkan bahwa Datuk ri Bandang mempunyai hubungan kerabat dengan Sunan Giri.

Graaf dan Pigeaud juga menuliskan bahwa Datuk ri Bandang mempunyai hubungan kerabat dengan Dinasti Giri, mungkin karena perkawinan.

Baca juga: Sunan Giri, Menyebarkan Islam Lewat Permainan Kanak-kanak

Mendarat di Sulawesi

Terdapat perbedaan pendapat terkait datangnya Datuk ri Bandang di Sulawesi. Sebagian berargumen bahwa kedatangannya adalah atas permintaan komunitas Melayu di Somba Opu kepada Ratu Aceh.

Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa Datuk ri Bandang datang ke Sulawesi karena diutus oleh Sunan Giri.

Terlepas dari perbedaan tersebut, Datuk ri Bandang diyakini pertama kali tiba di Kota Makassar bersama dua ulama lain pada pengujung abad ke-16 atau awal abad ke-17.

Kala itu, penganut Islam memang telah ada di Sulawesi Selatan akibat kedatangan para pedagang Muslim.

Tetapi, mereka juga tengah bersaing dengan umat Kristen untuk memperoleh pengaruh di lingkungan istana Kerajaan Gowa, Suppa, dan Siang.

Pada awalnya, ketiga ulama berdakwah di Luwu, yang dianggap sebagai kerajaan tertua dan berpengaruh di Sulawesi Selatan.

Mengislamkan Kerajaan Gowa-Tallo

Dari Luwu, ketiga ulama menyebar ke titik berbeda, didasarkan keahlian ilmu agama dan metode penyebaran Islam mereka yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya.

Datuk ri Bandang, yang kompeten di bidang ilmu fikih, kemudian pergi ke daerah-daerah Makassar dan Bugis, khususnya Kerajaan Gowa-Tallo.

Hal ini karena warga di wilayah tersebut masih gemar berjudi, sabung ayam, mabuk-mabukan, berzina, dan gemar membungakan uang (rentenir).

Hasilnya, dakwah Datuk Ri Bandang berhasil mengajak Raja Gowa-Tallo memeluk Islam pada 1605 Masehi.

Kala itu, Raja I Malingkang Daeng Manyonri Karaeng Karangka mengucap dua kalimat syahadat sebagai bukti komitmennya terhadap Islam.

Pasca memeluk Islam, raja mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin I dan Islam secara resmi menjadi agama kerajaan pada 1607.

Untuk kepentingan dakwah, Datuk ri Bandang memohon kepada sultan agar dibangunkan masjid di Kaluku Bodoa.

Setelah Kerajaan Gowa-Tallo resmi memeluk Islam, sultannya kemudian mengirim seruan kepada raja-raja di Sulawesi Selatan agar menerima Islam.

Baca juga: Kerajaan Gowa-Tallo: Letak, Kehidupan, Peninggalan, dan Keruntuhan

Mengislamkan Kutai

Menurut Risalah Kutai, Datuk ri Bandang pernah datang ke Makassar pada penghujung abad ke-16.

Karena suatu sebab yang tidak diketahui, ia sempat mengalihkan perjalanannya ke Kutai bersama dengan Tuan Tunggang Parangan.

Keduanya berhasil meyakinkan Raja Mahkota dari Kutai, yang awalnya memeluk Hindu, untuk masuk Islam.

Setelah itu, Datuk ri Bandang kembali ke Makassar, sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai.

Datuk ri Bandang menyiarkan Islam dengan cara damai, serta mengadopsi budaya dan kearifan lokal setempat.

Hasilnya pun dibuktikan oleh jejak sejarah, bahwa mulai rakyat jelata hingga raja, semakin banyak yang rela meninggalkan kepercayaan nenek moyangnya dan memeluk Islam.

Ia diakui telah berjasa dalam penyebaran Islam di Kepulauan Sulawesi, Kutai, dan Bima. Jasanya ditulis dengan jelas oleh berbagai sumber lokal di berbagai daerah yang diislamkannya.

Akhir hidup

Sekembalinya dari Kutai, Datuk Ri Bandang menetap di Sulawesi hingga akhir hayatnya.

Sepeninggalnya, Islam menyebar pesat hingga menjadi agama mayoritas di Sulawesi, terutama bagian Selatan.

Kini, makam Datuk ri Bandang di Makassar ramai dikunjungi peziarah yang memberi penghormatan atas perjuangannya menyiarkan Islam.

 

Referensi:

  • Agussalim. (2016). Prasejarah-Kemerdekaan di Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Deepublish.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com