Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parada Harahap, "King of the Java Press"

Kompas.com - 12/11/2021, 08:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Parada Harahap merupakan jurnalis Indonesia yang dijuluki King of the Java Press. 

Julukan King of the Java Press diberikan kepada Parada Harahap karena kiprahnya dalam dunia jurnalistik yang melejit terutama di Jawa tahun 1922. 

Berkat karier jurnalistik yang meningkat pesat, Harahap berhasil mendirikan kantor berita pertamanya yang bernama Algemene Pers en Nieuws Agentschaap alias Alpena.

Baca juga: Bromartani, Surat Kabar Pertama Berbahasa Jawa

Awal Kehidupan

Parada Harahap adalah putra keturunan Batak yang lahir di Asahan, 15 Desember 1899. 

Parada Harahap lahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan di Gouvernamentschool Twee de Klasse (setingkat sekolah dasar). 

Meskipun Harahap hanya menjalani pendidikan sekolah dasar, ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan memiliki ingatan yang tajam. 

Sejak kecil, Harahap sudah memiliki kegemaran membaca. Kebanyakan bacaannya adalah koran atau majalah yang dikirim oleh kakaknya dari Bukittinggi. 

Kebiasaan membaca inilah yang kemudian membuat Harahap terjun dalam dunia pers dan jurnalistik. 

Baca juga: Sejarah Surat Kabar Indonesia dari Zaman Belanda hingga Reformasi

Karier

Setelah Parada Harahap selesai sekolah, ia tidak langsung terjun begitu saja ke dalam dunia jurnalistik. 

Harahap mengawali kariernya dengan bekerja sebagai juru tulis. 

Saat itu, Harahap baru berusia 15 tahun dan sudah diterima kerja di perusahaan perkebunan karet, Rubber Cultuur Mij. Amsterdam di Sungai Karang. 

Sejak bekerja di sana, karier Harahap terus meningkat. Ia dipindah kerja ke perusahaan perkebunan di Sungai Dadap, Asahan dan menjabat sebagai kepala juru tulis. 

Setelah itu, Harahap dipromosikan sebagai Asisten Kebun. 

Asisten Kebun merupakan salah satu jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh seorang bumiputra. 

Bersamaan dengan kariernya sebagai juru tulis, Harahap mulai begrerak ke arah jurnalistik. 

Di sela-sela kerjanya Harahap menulis untuk majalah De Krani, sebuah media informasi di kalangan juru tulis. 

Selain itu, Harahap juga menulis untuk koran Pewarta Deli dan Benih Merdeka. 

Suatu waktu, Harahap menulis sebuah artikel tentang perusahaan perkebunan tempat ia bekerja yang kemudian membuat kariernya di sana berakhir.

Harahap menulis tentang keculasan para bos di perusahaan perkebunan tersebut dan ketidakadilan penerapan Undang-Undang Kuli. 

Salah satu tulisan yang ia buat yaitu tentang poenale sanctie yang melegalkan perusahaan untuk menghukum atau mendenda kulinya yang dianggap tidak disiplin. 

Baca juga: Poenale Sanctie: Latar Belakang, Pelaksanaan, dan Pencabutan

Usai karier Parada Harahap di perusahaan perkebunan berakhir, ia sempat hilang kabar. 

Rupanya, Harahap pindah ke Padang Sidempuan. Di sana ia merintis karier sebagai kuli tinta penuh waktu. 

Namun, lagi-lagi Harahap harus kehilangan pekerjaannya, karena tulisan yang ia buat membuat Belanda geram. 

Sejak tahun 1919 hingga 1922 kurang lebih Harahap sudah dua kali kesandung delik pers. 

Bahkan, ia juga sempat dijebloskan ke penjara selama enam bulan. 

Baca juga: Konsep Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab

Julukan King of the Java Press

Meskipun kerap tersandung di bidang pers dan jurnalistik, Harahap tidak menyerah. 

Ia justru mendapat julukan sebagai King of the Java. 

Asal-muasal julukan King of the Java Press diberikan kepada Harahap karena ia menjadi pengusaha surat kabar di Jawa. 

Tahun 1922, Harahap bersama istrinya pindah ke Jawa. 

Selama di Jawa, Harahap memulai kariernya dari nol lagi. Ia bekerja sebagai kuli tinta di harian Sin Po.

Tak berselang lama, Harahap mendapat posisi sebagai redaktur kepala di media terbesar di Hindia Belanda pada saat itu, yaitu Neratja. 

Bintang HindiaIndonesia Onesearch Bintang Hindia
Sembilan bulan kemudian, Harahap berhasl meluncurkan mingguan miliknya sendiri yang bernama Bintang Hindia. 

Dari titik inilah nasib Harahap dalam dunia jurnalistik mulai berubah. Ia tidak lagi hanya menjadi seorang wartawan, melainkan pengusaha surat kabar. 

Harahap mendirikan kantor beritanya yang bernama Algemene Pers en Nieuws Agentschaap alias Alpena. 

Kemudian, secara berturut-turut Harahap membikin mingguan berjudul Bintang Timur, Jawa Barat, Sinar Pasundan, Semangat, dan De Volks Courant yang berbahasa Belanda.

Di antara semua mingguan yang Harahap buat, Bintang Timur-lah yang paling populer di kalangan masyarakat.

Dari kiprah Harahap yang kian melejit dan memuncak inilah kemudian ia dijuluki sebagai King of the Java Press. 

Baca juga: Konferensi Pers: Pengertian dan Kegunaannya

Pasca-kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, Parada Harahap bergabung dengan Departemen Penerangan. Ia dipercaya untuk mengelola hubungan pemerintah dan pers. 

Sumbangsih terbesar yang Harahap berikan dalam Departemen Penerangan adalah ia membuat press room di DPR RIS tahun 1950.

Press room ini yang kemudian menjadi tempat khusus pertama bagi wartawan berkumpul dalam mengerjakan tugas jurnalistik mereka. 

Memasuki masa senjanya, Harahap memutuskan untuk beralih profesi dari pengusaha surat kabar menjadi pengajar. 

Bersama dengan teman-temannya, Parada merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Kewartawanan dan Politik. 

Tidak berselang lama, Parada Harahap wafat pada tanggal 11 Mei 1959.

 

Referensi: 

  • Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. (2005). Ensiklopedi Jakarta Buku II. Jakarta: Pemprov DKI. Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com