Atas tindakannya yang sangat gegabah, Ikrimah dikirim oleh Abu Bakar menuju Mahra untuk membantu Arfaja.
Sedangkan Syarhabil diberi misi untuk memastikan agar Musailamah tetap di Yamamah sembari menunggu bantuan Khalid.
Akan tetapi, Syarhabil tidak tahan terhadap godaan untuk berperang, sama seperti Ikrimah. Alhasil, pasukannya pun dapat dikalahkan oleh Musailamah.
Setelah kekalahan dua sahabatnya, Khalid mendapat kabar bahwa Musailamah bersama pasukannya yang terdiri dari 40.000 prajurit berkemah di dataran Aqraba.
Atas perintah Khalid, kaum Muslimin maju dan meluncurkan serangkaian serangan kepada pasukan Musailamah yang masih bersemangat karena kemenangan mereka sebelumnya.
Pertempuran pun berjalan cukup sengit, antara 13.000 pasukan Muslim melawan 40.000 orang murtad.
Namun, setelah serangan kedua, hanya sekitar seperempat dari pasukan Musailamah yang tetap dalam kondisi siap tempur.
Sisa pasukan tersebut kemudian berlindung di sebuah kebun yang dikelilingi pagar sangat rapat.
Baca juga: Sejarah Singkat Khulafaur Rasyidin
Al-Bara bin Malik segera meminta rekan-rekannya untuk membantunya memanjat tembok, agar dapat membuka gerbang dan memberi jalan bagi pasukan Muslim untuk masuk.
Upaya Al-Bara pun berhasil, dan kaum Muslim menyerbu kebun yang berisi sekitar 7.000 pemberontak, termasuk Musailamah.
Pada akhirnya, pasukan muslimin berhasil meraih kemenangan setelah Musailamah terbunuh di dalam kebun.
Kebun tersebut kemudian disebut sebagai Kebun Kematian, karena banyaknya korban yang berjatuhan di dalamnya.
Perang Yamamah memakan korban sangat banyak. Lebih dari 1.200 orang Islam gugur, termasuk 400 orang Muhajrin dan Anshar, para penghafal Al-Quran.
Sedangkan dari pihak Musailamah Al-Kazzab, korban jiwa mencapai 20.000 orang. Hal ini kemudian meninggalkan persoalan serius, karena sekitar 70 korban yang jatuh berasal dari kalangan penghafal Al-Quran.
Umar bin Khatab pun merasa resah, karena pada masa itu Al-Quran masih menyebar di kalangan sahabat.
Sebagian mereka hanya menghafal dan tidak mencatatnya, sementara sebagian lainnya mencatat karena ditugaskan oleh Rasulullah.
Akan tetapi, tidak ada Al-Quran yang tercatat secara utuh dan dikhawatirkan akan lenyap karena banyaknya penghafal Al-Quran di medan perang.
Umar kemudian menyampaikan kepada Abu Bakar bahwa sangat diperlukan untuk mengumpulkan (kodifikasi) Al-Quran dalam satu mushaf.
Referensi: