Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Luar Negeri Masa Orde Baru

Kompas.com - 05/10/2021, 09:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintahan Indonesia pada era Orde Lama tercatat mewariskan utang ke masa Orde Baru sebesar Rp 794 miliar atau 2,4 miliar dollar Amerika Serikat, 29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dalam empat dekade, utang Indonesia dari Rp 794 miliar tahun 1969 membengkak menjadi Rp 1.723 triliun.

Baca juga: Program Ekonomi masa Orde Baru

Kondisi Ekonomi Orde Baru

Setelah masa kepemimpinan Presiden Soekarno berakhir, Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto.

Kala itu, Presiden Soeharto dihadapkan dengan kondisi yang serba tidak stabil, terutama ekonomi.

Masalah paling rumit adalah hiperinflasi yang mencapai 650 persen, menyebabkan melonjaknya harga barang-barang, termasuk kebutuhan pokok.

Penyebab terjadinya hiperinflasi adalah rezim Soekarno hanya mencetak uang untuk membayar utang dan mendanai proyek-proyek mercusuar tahun 1960.

Presiden Soeharto pun melakukan berbagai cara untuk membebaskan Indonesia dari berbagai belitan krisis ekonomi.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengubah arah kebijakan dari pro-Timur menjadi pro-Barat.

Sebab pasca-Perang Dunia II, kekayaan negara-negara Barat tumbuh melesat.

Selain itu, Presiden Soeharto juga membentuk Tim Ahli di Bidang Ekonomi dan Keuangan yang berisikan ekonom dari Universitas Indonesia, dipimpin oleh Widjojo Nitisastro.

Baca juga: Penyebab Inflasi Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia atau IGGI

Rencana pemulihan ekonomi dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu stabilisasi, rehabilitasi, dan pembangunan.

Ketiga tahapan tersebut diwujudkan dalam beberapa langkah, seperti penghentian hiperinflasi, penjadwalan utang luar negeri, dan membuka penanaman modal asing.

Setelah investasi asing dibuka, langkah selanjutnya adalah mencari bantuan luar negeri.

Namun, karena beban neraca pembayaran luar negeri yang diwariskan dari Orde Lama membuat Indonesia sulit mendapat kreditur.

Indonesia tidak mampu membayar cicilan ataupun bunga utang luar negeri.

Bank Indonesia saat itu juga terang-terangan tidak mampu membayar letters of credit serta terpaksa menunda pembayaran kredit perdagangan luar negeri yang totalnya mencapai 177 juta dollar Amerika Serikat.

Dalam kondisi seperti ini, Indonesia tidak berkualifikasi cukup untuk mendapat bantuan kredit luar negeri.

Solusinya, Soeharto mengirimkan delegasi ke berbagai negara kreditor untuk membahas moratorium utang luar negeri.

Negara tujuannya adalah London dan Paris Club, kelompok informal kreditur di pentas internasional.

Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia di Era Soekarno

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka menyetujui adanya moratorium bagi Indonesia.

Forum juga sepakat membentuk Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) tahun 1967 dengan anggota:

  1. Australia
  2. Belgia
  3. Jerman
  4. Itali
  5. Jepang
  6. Belanda
  7. Inggris
  8. Amerika
  9. Austria
  10. Kanada
  11. Selandia Baru
  12. Norwegia
  13. Swiss
  14. Bank Dunia
  15. IMF
  16. Bank Pembangunan Asia
  17. UNDP
  18. OECD

Tujuan pembentukan IGGI adalah untuk memberikan pinjaman ke Indonesia.

Sejak IGGI dibentuk, Indonesia mendapat pinjaman sebesar 200 juta dollar Amerika Serikat.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Amerika Serikat

Utang Luar Negeri Indonesia Orde Baru

Dalam rentang 1967-1969, bantuan luar negeri menyumbang sebanyak 28 persen.

Belanda memberikan bantuan dana paling besar yaitu 140 juta dollar Amerika Serikat.

Kemudian, disusul Jerman 84,5 juta dollar AS, Amerika Serikat 41,1 juta dollar AS, dan Jepang 10,6 juta dollar AS.

Uang tersebut kemudian digunakan untuk memperbaiki perekonomian dan melakukan pembangunan.

Setelah kian tahun Indonesia bekerja sama dengan IGGI, hubungan keduanya pecah kongsi pada 1992.

Pemicu putusnya adalah tragedi Santa Crus di Timor Timur pada November 1991.

Saat itu, tentara menembaki warga ketika sedang berlangsung upacara pemakaman aktivis pro-kemerdekaan bernama Sebastiao Gomez.

Akibatnya, IGGI menghentikan bantuannya kepada Indonesia.

Hingga tahun 1969, utang luar negeri Indonesia di era Orde Baru mencapai Rp 1.723 triliun.

 

Referensi:

  • Arndt, Heinz Wolfgang. 1984. The Indonesian Economy: Collected Papers. Universtias Michigan.
  • Abdulgani-Knapp, Retnowati. 2007. Soeharto: The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, an Authorized Biography. Singapura: Marshall Cavendish Editions.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com