Jika pekerja kontrak melanggar peraturan yang telah disepakati, mereka akan dikenai hukuman yang berat.
Hukuman yang dimaksud dapat berupa denda, hukuman fisik seperti cambuk, ataupun hukuman kurungan oleh majikannya.
Artinya, berat dan ringannya hukuman tergantung pada kemauan majikan tanpa melalui proses peradilan.
Penderitaan para tenaga kerja (kuli) pun semakin berat, karena setelah dijatuhi hukuman mereka akan dikembalikan ke perkebunan untuk melanjutkan tugasnya.
Mereka harus bekerja keras tetapi tidak setimpal upahnya, dan kebutuhan makan serta kesehatan mereka juga tidak terjamin.
Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan
Kekejaman Poenale Sanctie menuai kecaman dari tokoh-tokoh Indonesia dan beberapa orang Belanda.
Meskipun Koelie Ordonnantie akhirnya dihapus pada 1905, Poenale Sanctie tetap berlanjut karena kebiasaan menghukum para kuli sudah terlanjur mengakar.
Pada April 1925, Perkumpulan Budi Utomo menyelenggarakan kongres di Surakarta.
Salah satu masalah yang dibahas dalam kongres tersebut adalah rencana untuk menuntut agar Poenale Sanctie dihapuskan.
Poenale Sanctie akhirnya dicabut pada 1930 setelah masalah ini diperjuangkan oleh Thamrin dalam sidang Volksraad.
Referensi: