Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Poenale Sanctie: Latar Belakang, Pelaksanaan, dan Pencabutan

Kompas.com - 06/07/2021, 13:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Poenale Sanctie (sanksi hukum) adalah suatu peraturan yang memuat ancaman hukuman terhadap para buruh atau disebut kuli yang tidak menepati kontrak kerja yang telah mereka ikuti.

Kebijakan ini pertama kali diterapkan bagi perusahaan pertanian dan industri di Sumatera Timur pada 1880.

Poenale Sanctie merupakan usaha pemerintah kolonial Belanda untuk melindungi kaum modal asing agar para buruh tidak melarikan diri.

Dengan menggunakan Poenale Sanctie, secara sosial buruh kontrak dapat ditundukkan dan secara politik tidak berbahaya bagi para pengusaha perkebunan.

Latar belakang dicetuskannya Poenale Sanctie

Penerapan politik liberal di Indonesia menggantikan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) membuka peluang bagi pihak swasta untuk turut membangun perekonomian.

Hal ini kemudian berakibat pada munculnya perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia, salah satunya perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur.

Untuk keperluan itulah, pemerintah kolonial mendatangkan tenaga kerja yang kemudian disebut kuli di bawah sistem kerja kontrak.

Dengan dihapusnya perbudakan, sistem kerja kontrak dianggap sebagai jalan paling logis bagi perkebunan di Sumatera Timur untuk dapat menahan pekerjanya selama beberapa tahun.

Pada 1880, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pertama mengenai persyaratan hubungan kerja kuli kontrak di Sumatera Timur yang disebut Koelie Ordonnantie atau Undang-Undang Kuli.

Dalam kontrak Koelie Ordonnantie termuat Poenale Sanctie, yaitu sanksi hukuman yang diberikan apabila kuli lalai atau melanggar kontrak.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Pelaksanaan Poenale Sanctie

Poenale Sanctie memuat ketentuan bahwa pekerja-pekerja yang melarikan diri dari perkebunan di Sumatera Timur dapat ditangkap kemudian dibawa kembali ke majikan dengan kekerasan apabila mengadakan perlawanan.

Hal ini memberi jaminan pada majikan terhadap kemungkinan pekerja-pekerja melarikan diri sebelum kontrak mereka berakhir.

Di lain pihak, juga diadakan peraturan yang melindungi para pekerja terhadap tindakan sewenang-wenang majikan.

Akan tetapi, dalam kenyataannya hukuman terhadap majikan ini hanya sebatas ancaman di atas kertas karena tidak pernah dilaksanakan.

Pada umumnya, para kuli tidak mengetahui isi perjanjian dalam kontrak karena mereka buta huruf dan hanya membubuhkan cap jari sebagai tanda persetujuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com