Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gustaaf Willem van Imhoff, Pendiri Toko Merah di Kota Tua

Sebelum diangkat menjadi gubernur jenderal, Van Imhoff telah lama tinggal di Batavia (Jakarta).

Pada 1730, ia sudah membangun rumah mewah, yang kini dikenal masyarakat sebagai Toko Merah di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.

Van Imhoff menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga wafat pada 1750 di Istana Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Berikut ini biografi singkat Gubernur Jenderal Gustaaf Willem van Imhoff.

Keturunan bangsawan terpandang

Gustaaf Willem van Imhoff lahir pada 8 Agustus 1705 di Leer, kota di barat laut Jerman yang dekat dengan perbatasan Belanda.

Ayahnya, Wilhelm Heinrich Freiherr von Imhoff, adalah seorang bangsawan terpandang di Leer.

Berbekal kekayaan dan pengaruh ayahnya, cukup mudah bagi Van Imhoff untuk mendapat pekerjaan di dalam tubuh VOC.

Pada 1725, ia dikirim ke Batavia sebagai saudagar pembantu (onderkoopman) oleh Serikat Dagang Amsterdam.

Tidak disangkal juga bahwa koneksi yang baik dengan bangsawan dan petinggi VOC, membuat karier Van Imhoff cepat melejit.

Ditambah, ia menikahi Catharina Magdalena Huysman, putri dari direktur perdagangan VOC.

Jabatannya mulai dari saudagar kelas satu (koopman) merangkap kepala urusan gaji serdadu VOC, saudagar kepala (opperkoopman), kemudian Sekretaris II pada Pemerintahan Tinggi (hooge regering) merangkap Kepala Urusan Pabean (water fiscal).

Pada saat menjabat Sekretaris II pada Pemerintahan Tinggi (hooge regering) merangkap Kepala Urusan Pabean, Van Imhoff membangun rumahnya di kawasan Kota Tua, yang kini dikenal sebagai Toko Merah.

Menjadi Gubernur Kolonial Sri Lanka

Pada 23 Juli 1736, Gustaaf Willem van Imhoff diangkat menjadi Gubernur Kolonial Sri Lanka.

Sebagai Gubernur Kolonial Sri Lanka, Van Imhoff berhasil mengakhiri kekacauan yang melanda pemerintahan sebelumnya.

Ia juga membangun hubungan baik dengan Vira Narendra Sinha, Raja Kandy.

Pada Januari 1739, Van Imhoff berlayar ke Cochin di pantai barat daya India untuk melaporkan situasi di Malabar yang diduduki Belanda, kepada Gubernur VOC di Batavia.

Ia menemukan bahwa tujuan perluasan wilayah Maharajah Marthanda Varma dari Travancore mengancam kekuasaan VOC di wilayah tersebut.

Situasi tersebut menyebabkan terjadinya Perang Travancore–Belanda di tahun yang sama.

Pada 12 Maret 1740, masa tugas Van Imhoff sebagai Gubernur Kolonial Sri Lanka, selesai, dan digantikan oleh Willem Maurits Bruyninck.

Menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda

Sekembalinya dari Sri Lanka, Gustaaf Willem van Imhoff dihadapkan pada situasi Batavia yang sangat genting.

Mantan Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier menilai populasi Tionghoa di sekitar wilayah Batavia sudah terlalu besar.

Rencananya, masyarakat Tionghoa yang menganggur akan direlokasi ke Sri Lanka dan Koloni Tanjung Harapan.

Rencana itu berubah jadi petaka ketika muncul rumor bahwa Belanda dikabarkan akan membuang orang Tionghoa ke laut lepas.

Situasi tersebut memuncak pada 9 Oktober 1740 yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Geger Pecinan.

Geger Pecinan menyebabkan pembantaian yang menewaskan antara 5.000 hingga 10.000 orang, di mana mayoritas korbannya adalah penduduk Tionghoa.

Van Imhoff menyuarakan penentangan terhadap tindakan brutal tersebut. Namun, ia ditangkap dan dideportasi kembali ke Republik Belanda.

Setibanya di sana, Dewan Tujuh Belas VOC justru mengangkatnya menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan mengirimnya kembali ke Batavia.

Van Imhoff secara resmi memulai masa tugasnya pada Mei 1743.

Berikut ini beberapa pencapaian Van Imhoff semasa menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Pada pengujung tahun 1740-an, Van Imhoff terlibat konflik dengan Kerajaan Mataram Islam.

Suatu ketika, Van Imhoff datang untuk mendesak Pakubuwono II agar menyewakan daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.00 real per tahun. Tawaran itu ditentang Pangeran Mangkubumi.

Akibat penolakan tersebut, Van Imhoff menghina Pangeran Mangkubumi dan memengaruhi Pakubuwono II untuk membatalkan pemberian tanah di Sukawati (sekarang Sragen) yang telah dijanjikan.

Pangeran Mangkubumi pun sakit hati, dan memilih meninggalkan Keraton Surakarta untuk bergabung bersama Raden Mas Said.

Konflik inilah yang menjadi penyebab meletusnya perang saudara di Kerajaan Mataram Islam, yang kemudian disebut sebagai Perang Suksesi Jawa III.

Di tengah huru-hara tersebut, Van Imhoff ingin mengundurkan diri, tetapi VOC tidak mengizinkannya.

Alhasil, Van Imhoff terpaksa tetap menjabat hingga wafat pada 1 November 1750.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/03/230000679/gustaaf-willem-van-imhoff-pendiri-toko-merah-di-kota-tua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke