Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram Kuno

Sejak didirikan oleh Raja Sanjaya pada awal abad ke-8, ibu kota Kerajaan Mataram Kuno beberapa kali dipindahkan di sekitar Yogyakarta, Jawa Tengah, hingga akhirnya ke Jawa Timur.

Sekalipun sering dipindahkan, ibu kota Kerajaan Mataram Kuno selalu berada di daerah pedalaman dan kehidupan ekonominya bergantung pada sektor agraris.

Bagaimana kehidupan ekonomi di Mataram Kuno?

Kehidupan ekonomi bertumpu pada sektor agraris

Wilayah Kerajaan Mataram Kuno dikelilingi pegunungan dan sungai-sungai besar. Hal itu membuatnya memiliki tanah yang subur sehingga cocok untuk kegiatan pertanian.

Itulah mengapa kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Kuno cenderung bergerak di bidang pertanian.

Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan sektor pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.

Selain bertani, mata pencarian pokok masyarakat Mataram Kuno adalah sebagai pedagang dan perajin.

Pada masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung (899-911) sektor perdagangan mendapatkan perhatian lebih.

Aktivitas perdagangan dihubungkan melalui Sungai Bengawan Solo.

Raja Dyah Balitung membangun pusat-pusat perdagangan di sekitar Sungai Bengawan Solo.

Penduduk Mataram Kuno tidak melakukan transaksi perdagangan setiap hari, tetapi hanya di hari-hari pasar yang menjadi hari bertemunya para pedagang dan pembeli.

Komoditas pertanian yang diperdagangkan di antaranya beras, hasil bumi, buah-buahan, sirih, hingga mengkudu.

Selain memperdagangkan produksi pertanian, masyarakat Mataram Kuno juga berdagang hasil kerajinan tangan, perkakas dari logam, pakaian, gula kelapa, arang, kapur sirih, dan hewan ternak seperti ayam, kambing, itik, dan lembu.

Berdasarkan peninggalan sejarah, para sejarawan menduga bahwa perdagangan tidak hanya dilakukan antardesa atau antarwilayah, tetapi juga dengan pihak asing.

Pada relief Candi Borobudur peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, tertera beberapa kapal layar besar yang bercadik, yang jelas menggambarkan kapal dagang Indonesia.

Dari prasasti juga diketahui bahwa pedagang asing dari daratan Asia Tenggara dan China pernah menetap di Jawa dalam waktu tertentu untuk keperluan dagang.

Mereka bertransaksi menggunakan uang dari emas dan perak, meski beberapa berita China juga menyebut adanya sistem barter.

Sistem pajak

Terhadap masyarakat, Kerajaan Mataram Kuno menerapkan sistem pajak yang dipungut oleh para pejabat yang bertanggung jawab.

Pajak yang dipungut ada beberapa macam, seperti pajak hasil bumi, pajak tanah, pajak perdagangan, dan pajak usaha kerajinan.

Untuk pajak hasil bumi, penarikannya dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun, sesudah musim panen.

Pajak dapat dibayarkan dalam bentuk hasil bumi ataupun uang. Menurut berita China, rakyat harus membayar pajak sebesar 10 persen dari hasil tanahnya.

Ada juga keterangan-keterangan prasasti yang menyatakan bahwa pajak tanah ditentukan berdasarkan luas tanahnya.

Sedangkan pajak yang diberlakukan terhadap para pedagang dan perajin tidak diketahui besarannya.

Referensi:

  • Isnaini, Danik. (2019). Kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/25/200000579/kehidupan-ekonomi-kerajaan-mataram-kuno

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke