Ia merupakan seorang kyai yang pernah mengenyam pendidikan militer era Jepang ketika bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA).
KH Masjkur juga pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 1947 di era Kabinet Amir Sjarifuddin II.
Berikut adalah biografi singkat dari KH Masjkur.
Kehidupan Awal
KH Masjkur lahir di Singosari, Malang pada 30 Desember 1902. Ia adalah putra dari pasangan Maksum dan Maemunah.
KH Masjkur mengenyam pendidikan di berbagai pondok pesantren.
Ia pernah belajar di Pesantren Bungkuk di Malang, Pesantren Kyai Kholil di Bangkalan, Pesantren Siwalan di Sidoarjo, Pesantren Tebuireng di Jombang, Pesantren Ngamplang di Garut, hingga Pesantren Jamsaren di Solo.
Setelah melanglang buana menimba ilmu di berbagai daerah, KH Masjkur mendirikan pondok pesantren Misbahul Wathan di Singosari, Malang, pada 1923.
Saat mendirikan pondok pesantren, KH Masjkur berusia 21 tahun.
Selain itu, ia juga aktif di kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU) cabang Malang. Pada 1926, KH Masjkur diangkat menjadi ketua NU Cabang Malang.
Kemudian, pada 1938, KH Masjkur menjadi anggota Pengurus Besar NU (PBNU) di Surabaya.
Era Jepang
Ketika Jepang menguasai Indonesia pada 1942, KH Masjkur bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA).
Selain itu, KH Masjkur juga aktif di laskar Hizbullah, sebuah kesatuan sukarela khusus Islam di bawah Masyumi.
Di sana, KH Masjkur mendapat pelatihan kemiliteran dan pelatihan khusus ulama dari Jepang.
Setelahnya, KH Masjkur menjadi anggota Syuu Sangi-Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah era Jepang.
Kesempatan tersebut digunakan oleh KH Masjkur untuk mengeluarkan pendapat dan membela nasib rakyat Indonesia.
Tak lama kemudian, KH Masjkur menjadi bagian dari pengurus Badan Pembantu Prajurit (BPP).
Organisasi ini bertugas menghimpun dana untuk keperluan tentara dan keluarga yang ditinggalkan.
Lalu, di akhir era penjajahan Jepang, KH Masjkur menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) hingga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Saat itu, KH Masjkur berperan dalam menerima kesepakatan soal dasar negara Indonesia.
Menjabat Menteri
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, KH Masjkur masih berperan dalam membela kemerdekaan.
Hal itu dibuktikan ketika terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, pada 19 September 1945.
Merespons peristiwa tersebut, KH Masjkur kemudian menghimpun para pemuda Islam dalam Laskar Hizbullah.
Laskar Hizbullah mengambil peran dalam pertempuran di Surabaya melawan pasukan Sekutu.
Di era revolusi fisik ini, KH Masjkur juga berperan menjadi anggota Dewan Pertahanan Negara.
Pada bulan November 1947, KH Masjkur dipanggil Presiden Soekarno yang berada di Yogyakarta.
Presiden Soekarno saat itu akan mengangkat KH Masjkur sebagai menteri agama dalam kabinet Amir Sjarifuddin II. Namun, kabinet Amir II jatuh pada Januari 1948.
Meski begitu, KH Masjkur tetap diangkat sebagai menteri agama di era Kabinet Hatta I.
Pada 1948, ketika pecah Pemberontakan PKI Madiun, KH Masjkur berkeliling di berbagai daerah untuk memberikan pengarahan dan memperkuat mental masyarakat.
Ketika Belanda melakukan Agresi Militer II, KH Masjkur merupakan salah satu pejabat negara yang lolos.
Ia kemudian bergerilya dari Solo hingga Ponorogo. KH Masjkur juga sempat bergabung dengan pasukan Jenderal Soedirman.
Pada 1949, KH Masjkur mendapat tugas untuk menemui SM Kartosoewiryo yang memberontak dengan mendirikan Negara Islam Indonesia.
Saat itu, KH Masjkur tidak berhasil menemui Kartosoewiryo.
Akan tetapi, berkat pengalamannya di lapangan, KH Masjkur berhasil sedikit meredam gerakan DI/TII.
Pada April 1953, KH Masjkur yang menjabat sebagai Ketua I, diangkat sebagai Ketua Umum PBNU. Ia menggantikan Wahid Hasyim yang meninggal dunia pada April 1953.
Setelah Pemilu 1955, KH Masjkur terpilih menjadi salah satu anggota Konstituante.
Namun, ketika Konstituante dibubarkan, KH Masjkur tetap menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Gotong Royong.
KH Masjkur kemudian menjadi anggota staf biro politik Komando Tertinggi Retooling Aparatur atau Kotrar.
Meninggal dunia
Setelah Presiden Soekarno lengser dan digantikan oleh Soeharto dengan Orde Barunya, KH Masjkur tetap menjadi anggota DPR.
Selain itu, KH Masjkur juga menjabat sebagai ketua Fraksi Persatuan Pembangunan.
Di masa Orde Baru, KH Masjkur termasuk tokoh yang kerap kritis terhadap pemerintahan.
Salah satunya adalah mengkritisi UU Kepartaian. Sebab, pada Orde Baru, berbagai partai dilebur menjadi 3 Partai.
KH Masjkur juga menentang program Pedoman Penghayatan dan Pengamala Pancasila (P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa.
Saat itu, KH Masjkur menilai bahwa P4 bikinan Soeharto telah memonopoli penafsiran Pancasila.
Setelah itu, KH Masjkur fokus pada kegiatan keagamaan dan tetap aktif dalam kepengurusan NU.
Selain itu, KH Masjkur juga menjadi ketua Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma) hingga meninggal dunia pada 18 Desember 1992.
Referensi:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/10/100000779/biografi-singkat-kh-masjkur--menteri-agama-di-era-soekarno