Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Amanatun: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Sebelum membentuk kerajaan, wilayahnya telah disebut dalam sumber-sumber sejarah bangsa Eropa.

Hal ini diduga karena komoditas utamanya, yakni kayu cendara, yang sangat menarik perhatian pedagang-pedagang Eropa.

Pada masa itu, daerah Amanatun termasuk salah satu pelabuhan penting, di mana kayu cendana dimuat oleh kapal-kapal Belanda dan Portugis.

Sejarah berdirinya

Menurut legenda setempat, nenek moyang penguasa Amanatun bernama Banu Naek, yang datang dari laut dengan saudaranya, Liurai dan Sonbai.

Liurai memilih untuk menetap di Belu bagian selatan dan Sonbai di Timor bagian barat. Merekalah yang kemudian menurunkan para raja di daerah tersebut.

Sedangkan Banu Naek tetap tinggal dan menjadi penguasa di Nokas dan Nitibani dekat pesisir selatan.

Karena tubuh dan harta bendanya berwarna emas (natun), kerajaannya kemudian dinamai Amanatun.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Batu Naek dibantu oleh suku-suku Bana, Nokas, Liunokas, Kobi, Benu, Tahun, Nenabu dan Misa.

Untuk melindungi diri dari serangan musuh, istana kerajaannya didirikan di daerah pedalaman Nunkolo yang sulit dijangkau.

Sementara pemerintahannya dijalankan oleh Uis Pah, yang tinggal di Menu, di pesisir dekat pelabuhan.

Hubungan dengan Portugis

Sejak abad ke-16, wilayah Amanatun yang masih dikenal sebagai Batumean telah menjalin hubungan dagang dengan Portugis.

Pedagang Portugis bahkan membangun pos perdagangan di Solor dan Larantuka. Pada 1613, Portugis mendapatkan memiliki pesaing, yakni VOC dan Kerajaan Gowa.

Setelah Kerajaan Gowa menghancurkan Batumean pada 1641, penguasa Batumean meminta batuan kepada Portugis.

Bangsa Portugis menyanggupinya, asalkan seluruh keluarga kerajaan bersedia dibaptis oleg misionaris Dominikan.

Nama Batumean kemudian menghilang pada akhir abad ke-17, dan daerahnya kemudian dikenal sebagai Amanatun.

Sumber daya kayu cendana tampaknya telah berkurang pada periode ini, dan daerah tersebut dibiarkan begitu saja.

Masa Penjajahan Belanda

Setelah kekalahan Portugis di Kupang pada 1749, sebagian besar Timor Barat jatuh ke tangan Belanda.

Namun, karena jaraknya cukup jauh dari Kupang, wilayah ini tidak begitu diawasi oleh Belanda dengan ketat.

Barulah pada awal abad ke-20, Belanda benar-benar menaruh perhatiannya di Timor Barat hingga sering terjadi pertempuran dengan penduduk lokal.

Pada 1915, Raja Muti Banu Naek diasingkan oleh Belanda ke Ende karena menolak untuk tunduk.

Setelah itu, tiga penerus berikutnya memerintah sebagai zelfbestuurders (raja persemakmuran) Belanda.

Raja-raja Amanatun

  • Pedro dari Batumean (1642)
  • Joao dari Batumean (1645)
  • Don Louis Nai Konof (1751-1766)
  • Don Joan Benao (1766-...)
  • Nai Taman (1832)
  • Loit Banu Naek (...-1899)
  • Muti Banu Naek (1899-1915)
  • Kusa Banu Naek (1916-1919)
  • Kolo Banu Naek (1920-1946)
  • Lodeweyk Lourens Don Louis Banu Naek (1946-1962)

Referensi:

  • Asiah, Nur. (2019). Ensiklopedia Kerajaan Indonesia Jilid 1. Jakarta: Penerbit Mediantara Semesta.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/18/090000279/kerajaan-amanatun-sejarah-raja-raja-dan-keruntuhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke