Sebutan Townshend Act diambil dari nama Charles Townshend, Menteri Keuangan Inggris yang mengusulkan undang-undang ini.
Undang-undang ini mendapatkan penolakan dari penduduk koloni yang melihat bahwa Parlemen semakin menyalahgunakan kekuasaannya.
Namun, Inggris merespon penolakan tersebut dengan mengirim pasukan ke koloni-koloni untuk tetap menegakkan undang-undang.
Alhasil, ketegangan antara Inggris dan koloni-koloninya semakin tinggi hingga menjelang pecahnya Revolusi Amerika.
Latar belakang dicetuskannya Townshend Act
Setelah Perang Tujuh Tahun selesai, pemerintah Inggris berusaha untuk mengatasi krisis keuangan yang menimpa negerinya dengan meraup pendapatan lebih dari koloninya di Amerika.
Undang-undang yang sebelumnya dikeluarkan seperti Sugar Act, Currency Act, dan Stamp Act, selalu mendapatkan protes keras di seluruh Amerika dan kurang berhasil dalam meningkatkan pendapatan negara.
Untuk menenangkan rakyat, Parlemen Inggris mencabut beberapa kebijakan tersebut.
Namun, menyusul penghapusan kebijakan tersebut, Inggris mengeluarkan undang-undang hak-hak hukum (Declaratory Act), yang menyatakan bahwa Parlemen memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang dapat mengikat seluruh koloni tanpa kecuali.
Kebijakan itulah yang melatarbelakangi lahirnya Townshend Act.
Tujuan Townshend Act
Townshend Act memberlakukan pajak atas porselen Inggris, kaca, timah, cat, kertas dan teh yang diimpor ke Amerika.
Disebut Undang-Undang Townshend karena dibuat berdasarkan anggapan bahwa pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor ke koloni sifatnya legal, sedangkan pajak internal (seperti Stamp Act) tidak.
Townshend Act terdiri dari beberapa undang-undang yang disahkan antara 1767-1768, di antaranya:
Tujuan dari Townshend Act adalah sebagai berikut.
Dampak Townshend Act
Pergolakan yang muncul menyusul diberlakukannya Townshend Act memang tidak sehebat yang ditimbulkan oleh Stamp Act.
Akan tetapi, perlawanan yang datang cukup besar, terutama di kota-kota pesisir timur.
Para pedagang mulai memboikot produk impor dan memilih produk lokal.
Misalnya, penduduk koloni lebih memilih mencari pengganti teh, tidak mengecat rumah, dan menggunakan kertas buatan sendiri sebagai wujud protes mereka.
Di Boston, paksaan dari regulasi baru ini menimbulkan tindak kekerasan pada pihak penarik pajak, mereka dikeroyok massa dan dipukuli.
Untuk melindungi penarik pajak, Inggris mengirimkan pasukan, yang pada akhirnya justru membuat keributan semakin besar.
Ketegangan memuncak saat lima warga Boston ditemukan tewas akibat ditembak tentara Inggris dalam peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Pembantaian Boston.
Tragedi ini semakin membuktikan bahwa kekejaman dan tirani Inggris itu nyata.
Pencabutan Townshend Acts
Pada hari yang sama dengan Pembantaian Boston, ternyata Perdana Menteri Inggris, Lord North, telah mencabut Undang-Undang Townshend.
Pada April 1770, semua Townshend Act dihapus, kecuali pajak atas teh, yang merupakan barang mewah bagi koloni.
Referensi:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/03/110000179/townshend-act-latar-belakang-tujuan-dampak-dan-pencabutan