KOMPAS.com – Bahasa Jawa adalah bahasa yang selalu menerapkan prinsip tentang sopan santun. Sopan santun tersebut tercermin salah satunya dari bahasa yang digunakan.
Kesantunan dalam berbahasa Jawa dipengaruhi oleh situasi tutur. Adapun situasi tutur yang dilihat kapan kita harus memakai ragam krama yaitu bisa dilihat dari penutur, mitra tutur, situasi tutur, tujuan tuturan, dan hal yang dituturkan.
Mari kita simak penggunaan unggah-ungguh berbahasa Jawa di bawah ini!
Ngoko lugu boleh digunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Baca juga: Kesalahan Penulisan Ejaan Bahasa Jawa: Tataran Fonologi & Morfologi
Wening dan Yogi adalah teman sekelas. Mereka sama-sama kelas 10. Wening dan Yogi berjanji akan mengerjakan tugas kelompok Bersama. Yogi menelpon Wening untuk memastikan waktu dan tempat mereka mengerjakan.
Yogi: Halo, Ning. (Halo, Ning)
Wening: Halo, Yog. (Halo, Yog)
Yogi: Ning, mengko sida garap tugas kelompok apa ora? (Ning, nanti jadi mengerjakan tugas kelompok atau tidak?)
Wening: Sida, Yog. (Jadi, Yog)
Yogi: Papane ning ngendi? (Tempatnya Dimana?)
Wening: Mau wis padha sarujuk ning omahe Beti. (Tadi sudah pada setuju di rumah Beti)
Yogi: Jam pira, Ning? (Jam berapa, Ning?)
Wening: Jam 4 sore, Yog. Kowe bisa melu ta? (Jam 4 sore, Yog. Kamu bisa ikut kan?”
Yogi: Bisa, Ning. Yawis tak siap-siap dhisik. Matur nuwun, ya. (Bisa, Ning. Yasudah aku siap-siap dulu)
Wening: Iya, Yog. Padha-padha. (Iya, Yog. Sama-sama)