Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Legong: Sejarah, Perkembangan, Makna, dan Alat Musik Pengiringnya

Kompas.com - 19/09/2022, 13:00 WIB
Vanya Karunia Mulia Putri

Editor

Oleh: Ani Rachman, Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Bali tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga dikenal kaya akan kebudayaan eksotisnya.

Sebut saja, Tari Legong, tarian tradisional khas Bali. Tarian ini mencerminkan keanggunan, keelokan, dan kelihaian para penarinya.

Pengertian tari legong

Tari Legong merupakan tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak sangat rumit dan terikat dengan musik pengiringnya.

Kata legong berasal dari kata “leg", artinya gerak tari yang luwes atau lentur. Sedangkan “gong” berarti gamelan. Dengan demikian, “legong” berarti gerak tari dengan gamelan sebagai pengiringnya.

Gamelan yang digunakan untuk mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Tari Legong biasanya dibawakan oleh dua orang gadis yang belum menstruasi.

Tarian ini dilakukan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penarinya dinamakan legong.

Para penari biasanya dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Dalam beberapa tari legong, ada seorang penari tambahan yang tidak menggunakan kipas, penari ini disebut condong.

Baca juga: Tari Legong, Tari Tradisional Bali

Sejarah tari legong

Dikutip dari jurnal Sejarah Tari Legong Legong di Bali (2011) karya Ida Bagus Surya Peredantha, menurut Babad Dalem Sukawati, tari legong tercipta berdasarkan mimpi dari I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertakhta dari 1775 hingga 1825 Masehi.

Saat sedang melakukan tapa di Pura Jogan Agung, Desa Ketewel, Wilayah Sukawati, ia bermimpi melihat bidadari yang sedang menari di surga. Mereka menari dengan hiasan kepala yang terbuat dari emas.

Ketika sadar dari semadinya, ia segera menitahkan Bendesa Ketewel untuk membuat beberapa topeng dengan wajah yang tampak dalam mimpinya tersebut.

Ia juga memerintahkan agar membuatkan tarian yang mirip dengan mimpinya. Kemudian Bendesa Ketewel menyelesaikan sembilan buah topeng sakral, sesuai permintaan I Dewa Agung Made Karna.

Pertunjukan Tari Sang Hyang Legong pun dipentaskan di Pura Jogan Agung oleh dua penari perempuan.

Tak lama setelah Tari Sang Hyang Legong tercipta, sebuah grup pertunjukan tari Nandir dari Blahbatuh yang dipimpin I Gusti Ngurah Jelantik, melakukan pementasan yang disaksikan Raja I Dewa Agung Manggis, Raja Gianyar kala itu.

Baca juga: Tari Topeng Cirebon: Sejarah, Makna, Properti, dan Jenisnya

Ia sangat tertarik dengan tarian yang memiliki gaya mirip Tari Sang Hyang Legong ini. Kemudian ia menitahkan dua orang seniman dari Sukawati untuk menata kembali tarian tersebut dengan dua orang wanita sebagai penarinya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com