Sejak itulah tercipta tari legong klasik yang bisa disaksikan hingga saat ini.
Awalnya tarian ini dipentaskan dengan tujuan menghibur para raja dan leluhur yang turun dari kayangan, termasuk arwah raja terdahulu.
Seiring perkembangannya, tari legong mulai berkembang di Desa Peliatan, sebuah perkampungan seni di Ubud, Kabupaten Gianyar.
Tari legong yang kerap dipentaskan untuk menghibur raja dan keluarganya, kini sering dipentaskan dalam pertunjukan wisata.
Tari ini memiliki daya tarik tersendiri, dan digemari wisatawan mancanegara maupun Nusantara. Sekarang, tari legong menjadi primadona dari berbagai jenis tarian Bali, dan menjadi salah satu yang paling unik dalam khazanah tarian tradisional Indonesia.
Baca juga: Tari Rentak Kudo, Warisan Budaya dari Kabupaten Kerinci
Tari legong merupakan hasil paduan beberapa nilai yang dipegang masyarakat Bali, yakni nilai agama dan sejarah dalam budaya Bali.
Gerakan tariannya sangat merepresentasikan wujud ungkapan rasa syukur dan terima kasih masyarakat Bali, kepada nenek moyang yang memberi keberkahan melimpah bagi keturunannya.
Saat ini, tari legong telah bertransformasi menjadi tarian hiburan yang dipentaskan untuk penyambutan tamu, sehingga menjadi daya tarik wisatawan.
Awalnya, tari legong diiringi Gamelan Pelegongan. Perangkat gamelan ini terdiri dari dua pasang gender rambat, gangsa jongkok, sebuah gong, kemong, kempluk, klenang, sepasang kendang krumpungan, suling, rebab, jublag, jegog, dan gentorang.
Sebagai tambahan, ada seorang juru tandak untuk mempertegas karakter maupun sebagai narator cerita melalui tembang.
Namun, seiring populernya gamelan gong kebyar di Bali, akhirnya tari legong pun bisa diiringi gamelan gong kebyar, karena tingkat fleksibilitasnya.
Baca juga: Mengenal Tari Sirih Kuning, Tarian Asal Betawi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.