Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Filosofis Gunungan Wayang

Kompas.com - 20/05/2024, 18:30 WIB
Eliza Naviana Damayanti,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wayang gunungan pada saat ini, sering digunakan sebagai properti dalam seni pertunjukan baik itu teater, seni tari, seni musik, bahkan berbagai event seremonial.

Tentunya, penggunaan wayang gunungan bukan hanya sekadar sebagai properti atau keindahan saja, di dalamnya pasti memiliki makna yang komprehensif.

Dalam setiap pertunjukan wayang, baik itu wayang kulit ataupun wayang golek selalu diawali dan diakhiri dengan munculnya wayang jenis gunungan.

Penggunaan media gunungan yang dilakukan oleh Ki Dalang bukan tanpa maksud. Apabila dikaji dari perspektif fungsi dan pemaknaannya terkandung filosofis yang sangat mendalam.

Dalam wayang gunungan terdapat beberapa fungsi yang menjadi tolok ukur. Di antaranya gunungan dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan cerita atau lakon wayang, seperti halnya layar yang dibuka dan ditutup pada pentas teater.

Adapun fungsi lainnya gunungan memiliki multi fungsi. Salah satunya sebagai indikator pergantian adegan maupun sebagai visualisasi fenomena alam seperti prahara, samudera, gunung, juga halilintar.

Sedangkan fungsi lain yang tak kalah uniknya dapat membantu menciptakan efek tertentu seperti tokoh yang menghilang, berubah bentuk, atau suasana hati sampai adegan yang spesifik dari penyajian wayang tersebut.

Baca juga: Apa Itu Istilah Goro-Goro dalam Dunia Pewayangan?

Gunungan sebagai lambang dunia

Sosok visualisasi gunungan pada dasarnya merupakan wayang berbentuk gambar gunung beserta deret paling bawah terdapat dua pasang raksasa sebagai penjaga gerbang istana.

Di sebelah atas gunung terdapat pohon kayu yang dibelit oleh seekor ular naga besar yang terasa mengerikan.

Dalam gunungan tersebut terdapat juga gambar berbagai binatang hutan atau satwa. Visualisasi secara keseluruhan menggambarkan keadaan di dalam hutan belantara.

Gunungan melambangkan keadaan dunia beserta isinya. Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke kanan yang berarti bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum terbentuk.

Kemudian setelah dimainkan oleh Ki Dalang, gunungan dicabut dari posisinya, selanjutnya dijajarkan di sebelah kanan sebagai wujud gambaran protagonis.

Gunungan dapat dipakai juga sebagai tanda akan bergantinya lakon atau tahapan cerita. Visualiasinya gunungan ditancapkan di tengah-tengah condong ke kiri.

Selain itu, gunungan digunakan juga untuk melambangkan api atau angin sebagai fenomena alam. Visualisasi di balik gunungan, terdapat gambar cat berwarna merah darah. Warna inilah yang melambangkan api.

Api dapat memvisualisasikan suatu bentuk penerangan batin untuk semua pihak. Dalam malam gelap gulita, pikiran sedang bingung, manakala melihat setitik api, semua dapat tercerahkan. Dalam dunia dewata, Dewa Brahma dikenal sebagai dewa penguasa api.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com