Dikutip dari buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia (2019) karya Fitri Haryani NasuXon, rumah Mbaru Niang memiliki desain unik dan terpencil di pegunungan karena hanya ada di Kampung Adat Wae Rebo.
Bahkan rumah adat tersebut mendapatkan penghargaan teringgi untuk kategori konservasi warisan budaya UNESCO Asia-Pasific pada 2012.
Rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan atapnya terbuat dari daun lontar hampir menyentuh tanah. Keseluruhan rumah tersebut ditutupi menggunakan ijuk.
Uniknya pembuatan rumah adat tersebut dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi memakai tali rotan.
Baca juga: Sejarah Suku Tidung, Kerabat Suku Dayak
Setiap rumah Mbarung Niang ditempati oleh enam hingga delapan keluarga.
Rumah adat Mbaru Niang memiliki lima lantai dan masing-masing lantai memiliki fungsi yang berbeda.
Berikut fungsi tingkatan rumah Mbarung Niang:
Pada ruang tingkatan pertama digunakan sebagai tempat tinggal dan untuk berkumpul dengan keluarga. Tingkatan pertama tersebut biasa disebut lutur (bagian depan yang berfungsi sebagai ruang publik).
Pada tingkat pertama memiliki diameter 11 meter.
Ruang tingkatan kedua merupakan loteng yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang keperluan sehari-hari. Tingkat kedua tersebut biasanya disebut lobo. Memiliki diameter sekitar 9 meter.
Di lobo ini terdapat tiang yang digantung dan berbentuk bulat sebesar kepala manusia sehingga sering dianggap sebagai perlambangan kelahiran bayi.
Baca juga: Kehidupan Zaman Sejarah di Indonesia
Tingkatan ketiga biasa digunakan untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan.
Tingkat ketiga disebut lentar dengan berdiameter sekitar 9 meter.
Tingkatan keempat berguna untk menyimpan stok makanan jika suatu saat terjadi kekeringan akibat musim kemarau atau gagal panen. Tingkatan empat disebut juga lempa rae
Pada ruang di tingkatan kelima merupakan tempat untuk melakukan sesajian yaitu persembahan untuk leluhur. Tingkatan kelima disebut juga hekang kode.