Namun, tidak termasuk tangki LNG ISO karena tangki tersebut akan disediakan setelah kapal diluncurkan.
Oleh karena itu, dari segi produksi kapal, kapal jenis ini secara umum sama dengan kapal sejenis lainnya yang panjangnya di atas 50 meter, di mana lambung kapal dibangun berdasarkan pendekatan PWBS.
Untuk ukuran lebih kecil, kapal sebagian besar dibangun berdasarkan pendekatan System-oriented Work Breakdown Structure (SWBS).
Kemampuan teknologi dalam pembuatan kapal diukur dengan menggunakan model penilaian teknometrik oleh United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) yang terdiri dari empat indikator; technoware, humanware, infoware, dan orgaware (THIO).
Perlu kita ketahui bersama, Ma’ruf dan kawan kawan pada riset sebelumnya (2006 dan 2009) telah mampu mengatasi masalah kemampuan teknologi pada galangan kapal skala menengah baru dengan menggunakan metode produksi PWBS.
PWBS lebih cocok untuk kapal besar, namun juga penting untuk kapal komersil berukuran kecil.
Oleh karena itu, riset yang didanai LPDP ini juga bermitra dengan beberapa galangan kapal nasional dan asosiasi terkait (IPERINDO), agar teknologi dan metode produksi PWBS (blok dan modular) dapat diimplementasikan dengan baik sesuai kondisi galangan kapal kelas menengah di dalam negeri.
Untuk itu, dilakukan pengukuran kesiapan teknologi pada empat galangan kapal sebagai representasi kelas menengah nasional dengan menggunakan metode teknometrik.
Hasil riset tebaru ini menunjukkan bahwa Kontribusi Koefisien Teknologi (TCC) galangan kapal berkisar antara 0,5 hingga 0,7 (TCC maksimum 1,0).
Nilai tersebut menunjukkan bahwa keempat galangan kapal pada studi kasus ini mampu membangun kapal berdasarkan metode PWBS.
Namun, beberapa aspek harus diperbaiki untuk memastikan metode ini diterapkan dengan baik, termasuk: perangkat lunak desain yang lebih baik yang dapat menyiapkan dokumen teknik produksi yang komprehensif, jalur produksi dengan lebih banyak otomatisasi, dan kapasitas crane yang lebih besar.
Penambahan investasi yang besar tentunya harus didukung dengan skala ekonomi pemesanan kapal-kapal baru, terutama jenis dan ukuran kapal yang relatif sama, sehingga lebih produktif dan lambat laun mampu bersaing di pasar global.
Temuan menarik dalam riset ini adalah tingkat kemampuan teknologi modular yang lebih rendah dibandingkan teknologi blok pada galangan kapal berukuran menengah.
Temuan ini disebabkan oleh keterbatasan kapasitas crane, keterbatasan kemampuan enjiniring dan manajemen produksi serta ketidakpastian waktu ketersediaan material untuk penerapan desain modular.
Selain itu, hanya PT PAL Indonesia yang sudah berpengalaman membangun kapal dengan metode modular.