Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eddy Wiria, PhD
Dokter

Dr. Eddy Wiria, PhD adalah dokter dan peneliti lulusan dokter FKUI (2006), Jakarta dan Amsterdam Medical Center (2017), Amsterdam dan pernah menjadi staf pengajar di FKUI.

Beliau menyelesaikan program doktoralnya tahun 2013 di Leiden University Medical Center, Universitas Leiden, Belanda.

Selain berpengalaman di klinik dokter keluarga di Jakarta, dr. Eddy juga pernah mengelola laboratorium lapangan FKUI-LUMC di Nangapanda, Flores.

Sejak 2010 dr. Eddy menetap di Belanda, dan sejak 2015 berpraktik di berbagai rumah sakit dan menjadi dokter di layanan Elderly Care (Psikogeriatri, Somatik dan Rehabilitasi) di berbagai organisasi di Belanda.

Dari berbagai pengalamannya tersebut dan berkomunikasi dengan keluarga, sahabat, dan kolega di Belanda dan Indonesia, disadari adanya urgensi kebutuhan layanan homecare yang baik di Indonesia.

dr. Eddy kemudian memutuskan kembali ke Indonesia, untuk membangun layanan kesehatan di rumah yang komprehensif serta medical assistance Kavacare.id untuk membantu masyarakat mendapatkan rekomendasi dokter dan rumah sakit di dalam dan luar negeri sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Keselamatan Pasien di Rumah sebagai Bagian dari Layanan Kesehatan Berkesinambungan

Kompas.com - 19/09/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: dr. Eddy Wiria, Ph.D

CONTINUITY of care dan patient safety bukanlah istilah baru dalam dunia medis. Pada tahun ini, WHO mengambil tema “Engaging Patients for Patient Safety”.

Apa artinya? Dalam hal ini tenaga medis atau provider layanan kesehatan seperti dokter, perawat dan rumah sakit, perlu melibatkan pasien untuk merencanakan kebutuhan kesehatannya.

Baca juga: WHO Peringatkan Kemungkinan Lonjakan Penyakit Kronis pada 2030

Tujuannya adalah selain peningkatan keselamatan pasien sendiri, juga agar kualitas dan kepuasan hidup pasien lebih baik.

Dalam kesempatan kali ini saya ingin mengajak teman-teman di dunia kesehatan, serta masyarakat luas dan pemerintah menengok juga perihal continuity of care atau layanan kesehatan berkesinambungan.

Kenapa? Karena keselamatan pasien dan juga kualitas hidupnya tidak hanya tergantung dari pelayanan akut atau saat kondisi darurat.

Perawatan di rumah paska rawat inap di rumah sakit, misalnya, tidak kurang pentingnya untuk mencegah pasien kembali dirawat dalam waktu dekat.

Wiig et al di BMJ Open 2018 menyampaikan bahwa adanya peningkatan masalah kesehatan karena usia harapan hidup warga (Uni Eropa) yang semakin tinggi.

Ini berakibat adanya peningkatan jumlah warga yang juga dapat memiliki sakit kronis di rumah, namun tidak perlu dirawat di rumah sakit dan bisa dicegah untuk kembali dirawat.

Contoh kasus, seseorang yang mengalami serangan stroke perlu segera dibawa ke rumah sakit untuk menangani kegawatdaruratannya; untuk menyelamatkan nyawanya; dan untuk mencegah kemungkinan yang lebih parah akan kondisi kesehatan dan fungsinya.

Setelah kondisinya stabil, pasien tersebut boleh pulang ke rumah. Lumrahnya, pasien akan dipersiapkan pulang, dijadwalkan untuk kontrol dan evaluasi akan dilakukan setiap kontrol.

Kenyataannya, tidak mudah untuk melakukan itu semua.

Baca juga: WHO Akan Ganti Nama Penyakit Cacar Monyet untuk Hindari Stigmatisasi dan Diskriminasi

Paska stroke, sudah diketahui oleh orang awam sekalipun, pasien akan mengalami gangguan fungsi dengan variasi yang luas, dari yang paling ringan, hingga berat.

Misalnya kesulitan berbicara, makan, berpakaian, berjalan, hingga gangguan kecerdasan atau kognisi dan juga depresi, serta risiko dari demensia vaskuler.

Belum lagi bila pasien masih memerlukan alat bantu seperti selang makan, kateter atau mengalami komplikasi luka dekubitus selama perawatan di rumah sakit akibat tirah baring yang lama.

Pasien yang perlu teratur menjalani fisioterapi, juga terhambat karena kesulitan mobilisasi atau tidak ada anggota keluarga yang dapat menemani ke rumah sakit.

Contoh kedua, bilamana seseorang menderita kanker dan perlu berobat kanker, apapun itu, misalnya operasi, kemoterapi, radioterapi, imunoterapi atau kombinasinya.

Kita semua tahu bahwa kanker adalah penyakit yang berat, dan pengobatan kanker juga memberikan efek samping yang tidak menyenangkan.

Walaupun pada kondisi tertentu efek tersebut sementara, dan pemulihannya bisa sangat baik, namun ada masa-masa pasien bisa mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari, termasuk gangguan makan, berjalan dan ada penurunan kekebalan tubuh.

Walaupun tidak semua pasien kanker memerlukan rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan atau day treatment dengan tujuan mencegah infeksi nosokomial dan biaya perawatan yang tinggi di rumah sakit; hal ini juga tidak mudah dilakukan.

Baca juga: WHO Rekomendasikan Cabotegravir, Obat untuk Mencegah HIV pada Kelompok Rentan

Pemantauan asupan nutrisi, penanganan nyeri, higiene/kebersihan ataupun mobilisasi juga punya tantangannya sendiri. Kanker dan proses terapinya juga bukan hanya dalam periode satu dua minggu, namun juga bisa bertahun-tahun.

Saya ingin mengajak kita membayangkan apa saja yang bisa terjadi di rumah pada kedua contoh pasien di atas.

Di bawah ini ada sebagian hal yang bisa terjadi yang juga disampaikan oleh berbagai pemerhati patient safety di rumah (Macdonald et al. BMC Health Services Research 2013, Matthews A et al. BMJ 2018, Yamamoto-Takiguchi N et al. Nurs Rep 2021)

  1. Risiko infeksi
  2. Risiko jatuh
  3. Risiko gangguan intake dan nutrisi tidak seimbang
  4. Risiko putus berobat atau salah obat atau bahkan putus terapi
  5. Risiko gangguan mental/psikis
  6. Risiko burnout dari keluarga atau caregiver yang menjaga
  7. Risiko re-hospitalisasi atau terpaksa dirawat kembali dalam waktu dekat akibat berbagai komplikasi.

Kerjasama dengan keluarga dan pasien

Sehubungan dengan tema WHO kali ini, apa yang perlu kita libatkan dari pasien dan keluarganya untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah dan juga untuk meningkatkan kualitas hidupnya?

Baca juga: 20 Daftar Darurat Kesehatan yang Pernah Ditetapkan WHO, dari Ebola hingga Cacar Monyet

Saat ini, walaupun saya tidak punya data yang valid, keterlibatan pasien dan keluarga dalam kesinambungan kondisi di rumah sebetulnya sangat besar sebagai pelaksana.

Namun, apakah provider kesehatan (dokter spesialis dan rumah sakit) mempersiapkan pasien dan keluarganya dengan baik untuk berbagai kondisi di rumah? saya kurang yakin.

Kenapa? Pasien dan keluarganya seringkali secara de facto harus bertanggung jawab atas kondisi mereka sendiri di rumah.

Sesaat sebelum pulang dari rumah sakit, tanggung jawab dokter dan perawat penanggung jawab di rumah sakit untuk menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan di rumah.

Misalnya obat yang perlu digunakan, dosisnya dan berapa lama, atau juga efek samping yang mungkin terjadi; kemudian juga perihal perawatan luka dan asupan nutrisi yang diperlukan untuk pemulihan.

Sebagai penanggung jawab layanan homecare Kavacare.id saya dan tim seringkali menemukan bahwa pasien dan keluarganya juga masih bingung apa yang mereka perlu lakukan di rumah.

Untuk membuat rencana keperawatan yang sesuai, kami harus kembali menggali dari pasien dan keluarganya.

Seringkali tidak ada resume medis yang memadai, perihal apa yang menyebabkan pasien masuk ke rumah sakit, apa yang terjadi dan dilakukan di rumah sakit, dan apa yang pasien perlu lakukan di rumah.

Bilamana resume medis ini ada, seringkali sangat terbatas isinya, tidak informatif dan juga tidak mudah dimengerti. Alhasil, bila tidak ada bantuan pihak ketiga seperti kami, kesinambungan program pemulihan tidak optimal, atau bahkan tidak terjadi.

Baca juga: WHO dan UNICEF Sebut 25 Juta Anak di Dunia Belum Diimunisasi akibat Pandemi Covid-19

Penyebabnya antara lain adanya kekurangan pengetahuan tentang implementasi dan dampak intervensi kualitas dan keamanan perawatan di rumah (dan rumah sakit) serta belum adanya leadership dan manajemen yang memadai untuk kualitas dan keamanan dari pelayanan kesehatan di rumah.

Layanan kesehatan di Indonesia semakin terjangkau dengan peran jaminan kesehatan universal BPJS dan juga kesadaran kepemilikan polis asuransi swasta yang memadai.

Dengan BPJS banyak masyarakat yang tadinya tidak tertolong dan tidak berani datang ke rumah sakit, menjadi bisa terbantu.

Dengan jaminan asuransi swasta, atau pembiayaan dari perusahaan tempat pasien bekerja, pasien bisa mendapatkan layanan kesehatan sesuai pilihan mereka selama ada indikasi.

Namun kita bisa beradu argumentasi bahwa perlindungan kesehatan masih sangat berfokus pada kondisi akut.

Pelayanan multidisipliner, continuity of care dan pencegahan re-hospitalisasi di masyarakat atau rumah pasien masihlah belum terjamah walaupun mungkin sudah mulai didengungkan dengan pengenalan dokter spesialis layanan primer di Indonesia.

Melibatkan layanan homecare profesional

Di beberapa negara maju seperti di Belanda, Jerman dan Amerika Serikat kerjasama antara rumah sakit dan layanan homecare yang terorganisir sudah berjalan sejak puluhan tahun lalu.

Di Asia, Jepang, Taiwan, Singapura dan Thailand juga sudah (mulai) mengintegrasikan layanan rumah sakit dan juga layanan kesehatan di rumah; baik dijamin oleh negara atau asuransi swasta.

Baca juga: 3 Penyebab Stunting Menurut WHO

Rumah sakit memiliki tim casemanager atau perawat transfer yang secara khusus mempersiapkan kepulangan pasien ke rumah.

Bila perlu, akan dilakukan analisis kebutuhan alat-alat kesehatan di rumah dan juga kondisi rumah.

Di Belanda misalnya ada instansi khusus untuk melakukan rehabilitasi untuk mereka yang paska sakit berat, sehingga bisa semandiri mungkin pulang ke rumah; pulang ke rumah dengan homecare; atau pulang ke nursing home somatik (keterbatasan fisik) atau psikogeriatri (keterbatasan kognisi dan psikis).

Di Indonesia keberadaan layanan kesehatan di rumah yang profesional semakin dirasakan penting sejak periode pandemi COVID 19.

Dokter penanggung jawab dan rumah sakit banyak yang sudah menyadari bahwa bila mereka ingin meningkatkan kualitas layanan mereka, penting sekali adanya kualitas perawatan di rumah.

Para dokter, perawat atau fisioterapi cukup banyak yang juga melakukan home visit atau kunjungan rumah secara pribadi, untuk melakukan terapi atau evaluasi dari pasien mereka.

Namun apakah itu cukup? Rumah sakit dan para tenaga medis menyadari adanya keterbatasan dari waktu dan tenaga mereka untuk terus memantau pasien yang memerlukan perhatian berkesinambungan.

Kondisi ini menyebabkan keselamatan dari pasien juga tidak optimal terjaga. Warga lanjut usia dengan sindrom geriatri juga seringkali memerlukan perawat lansia khusus baik yang non medis maupun berlatar belakang perawat medis untuk mendampingi mereka.

Baca juga: Resistensi Antimikroba Mengancam Dunia, WHO Dorong Riset Pengembangan Vaksin

Berbagai klinik, rumah sakit maupun organisasi non rumah sakit yang sadar dan melihat peluang akan kebutuhan ini juga mulai menyediakan layanan homecare, baik yang terbatas maupun yang multidisipliner.

Ini adalah awal yang baik, dan perlu dukungan dari berbagai stake holder sehingga peran dari layanan homecare profesional bisa melengkapi kebersinambungan perawatan di rumah dan mengoptimalkan keselamatan pasien.

Ke depannya, tentunya kualitas dan standarisasinya perlu dipikirkan dan dijaga agar tidak justru merugikan pasien.

Secara paralel, pihak rumah sakit perlu membuat rangkuman atau resume medis yang baik dan jelas, melakukan evaluasi kondisi terkini pasien, melakukan serah terima yang baik kepada keluarga atau casemanager dari penyedia layanan homecare, serta membuat target yang jelas dan terukur dari perawatan di rumah, baik jangka pendek maupun panjang. (Knight S et al. Home Healthcare Now 2019)

Apa yang bisa kita lakukan bersama?

Dalam nuansa peringatan hari keselamatan pasien dunia dan juga tema melibatkan pasien untuk keselamatan pasien dari WHO terlalu banyak yang bisa dibahas, namun dalam berbagai keterbatasan, kita bisa memulai dengan hal kecil dan progresif, antara lain:

Baca juga: WHO: Hampir 1 Miliar Orang di Dunia Alami Gangguan Kesehatan Mental

  1. Provider kesehatan perlu mengenal pasiennya dengan baik dan holistik.
  2. Dokter penanggung jawab perlu membuat catatan harian dan rangkuman yang jelas atas apa saja yang dilakukan dan apa yang perlu dilakukan di rumah atau dipersiapkan untuk kontrol berikutnya. Apa saja yang perlu diperhatikan untuk pemulihan dan pencegahan komplikasi, manfaat, kerja dan efek samping obat, serta kondisi berbahaya yang perlu pertolongan segera? Istilahnya discharge planning yang baik.
  3. Komunikasikan discharge planning ini dengan pasien dan keluarganya. Libatkan mereka untuk memberikan informasi kondisi terbaru yang mereka rasakan dan apa yang mereka butuhkan untuk pemulihan dan kualitas hidup pasien.
  4. Inventarisasi apa yang bisa didukung oleh rumah sakit, apa yang pasien dan keluarganya bisa sediakan dan lakukan sendiri. Perlu pemahaman dan kesepakatan bersama apa yang bisa dilakukan di rumah sendiri oleh pasien dan keluarganya, apa yang memerlukan dukungan dari tenaga profesional.
  5. Inventarisasi layanan kesehatan profesional yang bisa diajak kerjasama oleh rumah sakit untuk menjaga kesinambungan rencana perawatan di rumah. Diskusikan bersama dengan pasien, keluarga dan organisasi atau layanan homecare profesional apa peran masing-masing bila keberadaan pihak ketiga diperlukan oleh pasien dan keluarga.

Bagi pemangku kebijakan negara, maupun perusahaan asuransi dan perusahaan bisa juga mulai mempertimbangkan dukungan bagi penyelenggaraan layanan kesehatan di rumah yang komprehensif.

Biaya tenaga profesional untuk perawatan di rumah, seringkali menjadi biaya ekstra yang tidak terduga dan dibutuhkan dalam jangka panjang.

Kondisi ini seringkali memberatkan pasien dan keluarganya, sehingga seringkali memilih untuk mengabaikan program perawatan yang ideal dan dibutuhkan pasien.

Dukungan pembiayaan dari berbagai pihak tentunya juga bisa menunjang continuity of care yang diharapkan, yang ujungnya juga meningkatkan kualitas dari patient safety.

Baca juga: WHO Berencana Ganti Nama Penyakit Cacar Monyet, Apa Alasannya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com