Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kesetaraan Gender di Korea Selatan Rendah Meski Sudah Jadi Negara Maju?

Kompas.com - 09/03/2023, 06:00 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Oleh: Ganewati Wuryandari, Athiqah Nur Alami, Mario Surya Ramadhan

BERDASARKAN Global Gender Gap Report 2022 yang diterbitkan oleh World Economic Forum, negara-negara demokrasi telah menunjukkan indikasi kemajuan dalam hal kesetaraan gender.

Baca juga: Menuju Kesetaraan, Gel Kontrasepsi untuk Pria Masuk Fase Uji Klinis

Yang ternyata cukup mengejutkan adalah Korea Selatan menempati urutan ke-99 dari 146 negara dalam peringkat kesenjangan gender dengan skor 0,689, naik tipis dari urutan 102 pada 2021.

Peringkat Korea ini sangat jauh di bawah negara-negara maju lainnya yang mayoritas berada di urutan 30 teratas, bahkan masih kalah dari negara-negara berkembang, seperti Indonesia (92), Nepal (96), Kamerun (97), dan Kamboja (98).

Padahal Korea Selatan dikenal sebagai negara dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia yang sangat hebat, namun ternyata kesetaraan gendernya masih berjalan lamban.

Selain itu, walaupun mencetak pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan di Korea juga masih sangat berjarak, yakni sebesar 31,1 persen pada 2021.

Artinya, dengan beban kerja yang sama, besaran gaji perempuan hanyalah 68,9 persen dari gaji laki-laki.

Berdasarkan laporan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2022, Korea Selatan adalah salah satu dari 39 negara dengan kesenjangan upah gender terbesar selama 26 tahun berturut-turut sejak tahun 1996.

Mengapa demikian?

Kondisi kesenjangan gender di Korea Selatan

Sejak bertransisi dari rezim otoritarian ke demokrasi pada akhir tahun 1980-an, gagasan dan komitmen Korea Selatan akan kesetaraan gender semakin menguat.

Baca juga: Keberagaman Gender di Indonesia

Pemerintah Korea Selatan banyak melakukan langkah perbaikan dan perubahan untuk memajukan keadilan gender, mulai dari memberikan kuota 30 persen bagi perempuan untuk mencalonkan diri di parlemen sejak tahun 2000, membentuk Kementeriaan Kesetaraan Gender pada 2001, memberlakukan cuti melahirkan selama 90 hari, cuti keluarga, dan pemberian insentif pengasuhan anak.

Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan juga memberikan hak kepada pekerja perempuan yang hamil untuk mengatur sendiri jam masuk dan pulang kerja sehari-hari, dengan syarat tetap mempertahankan jumlah jam kerja yang diwajibkan.

Sejak 2013, tingkat partisipasi perempuan di level pendidikan tinggi meningkat pesat, bahkan pada tahun 2020 mencapai 71,3 persen, atau 5 persen lebih tinggi dibanding laki-laki.

Namun pada kenyataannya, masih banyak benang kusut yang membelenggu upaya pemajuan kesetaraan gender di negara tersebut.

Faktor penghambat kesetaraan gender di Korea Selatan

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Dalam studi kasus kami tentang gender dalam kebijakan luar negeri di Korea Selatan, kami menemukan setidaknya ada tiga faktor utama yang menjadi tantangan bagi negara tersebut dalam menegakkan kesetaraan gender.

1. Rezim pemerintahan bisa menjadi faktor independen

Di Korea Selatan, tiap rezim pemerintahan yang berkuasa bisa menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pemajuan kesetaraan gender.

Baca juga: Mahasiswa Unhas Sebut Dirinya Gender Netral, Bagaimana Menyikapi Pilihan Gender Seseorang?

Semenjak era demokrasi dimulai, Presiden Kim Young-Sam (1993-1997) telah meletakkan dasar kebijakan gender melalui UU Pembangunan Perempuan dan membentuk Komisi Kepresidenan Urusan Perempuan.

Komitmen penguatan kesetaraan gender ini berlanjut pada pemerintahan selanjutnya, namun tidak dilaksanakan secara konsisten.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com