Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kesetaraan Gender di Korea Selatan Rendah Meski Sudah Jadi Negara Maju?

Kompas.com - 09/03/2023, 06:00 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Budaya paternalistik, yang membagi gender secara diskriminatif dan struktural sehingga laki-laki lebih unggul dalam hierarki di Korea Selatan, telah membatasi upaya pemberdayaan perempuan dan partisipasi mereka di ruang publik.

Pembagian peran dan tugas berdasarkan gender - antara bekerja di luar rumah dan mengerjakan urusan domestik - masih mengakar kuat pada kehidupan sosial masyarakatnya.

Contohnya, ada istilah umum bahwa istri disebut “Djip-saram” (orang yang tinggal di rumah), sementara suami disebut “Bakat-Yangban” (laki-laki berada di luar rumah).

Seorang narasumber yang kami wawancara di Seoul pada 2022 mengatakan, perempuan yang sudah menikah wajib untuk merawat mertua.

Baca juga: RA Kartini, Putri Jawa Pejuang Emansipasi dan Sejarah Hari Kartini

Narasumber lainnya, yang merupakan anggota parlemen Korea Selatan, menyatakan bahwa budaya minum setelah pulang kerja (hoesik) menyulitkan perempuan untuk menjalankan peran domestiknya.

Padahal, hoesik ini kerap menjadi momen dalam membangun hubungan pertemanan dan karier.

Perempuan Korea Selatan juga sangat rentan mengalami diskriminasi dan pelecehan di tempat kerja.

Seorang narasumber kami memberikan contoh bentuk diskriminasi yang diterima perempuan saat melamar kerja dan saat sudah bekerja – mulai dari pertanyaan tentang apakah akan hamil atau tidak, sampai tertundanya promosi jabatan bagi perempuan setelah cuti hamil.

Berbagai hambatan kultural dan struktural ini saling berkontribusi terhadap menguatnya ketidaksetaraan gender di Korea Selatan.

Apa yang bisa kita pelajari?

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kasus kesetaraan gender di Korea Selatan adalah bahwa sistem politik demokrasi suatu negara tidak serta merta membuat negara tersebut adil gender.

Lingkungan domestik masyarakatnya berperan kuat dalam pemajuan kesetaraan gender.

Studi kasus ini menunjukkan bahwa komitmen kesetaraan gender tidak selalu konsisten dan cenderung naik turun, tergantung dari rezim pemerintahannya.

Baca juga: Hari Ibu: Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Seksual Harus Diprioritaskan

Komitmen dan pilar kebijakan kesetaraan gender yang dimulai sejak awal era demokrasi oleh Presiden Kim tidak dilaksanakan secara konsisten oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya, bahkan mengalami kemunduran selama masa Presiden Yoon.

Padahal, kesetaraan gender harus menjadi agenda setiap rezim yang berkuasa. Ini karena kesetaraan gender yang benar-benar adil dan stabil akan menguntungkan konsolidasi demokrasi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Ganewati Wuryandari
Professor, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Athiqah Nur Alami
Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Mario Surya Ramadhan
Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Negara maju tapi kesetaraan gender rendah, ada apa dengan Korea Selatan?". Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com