Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Penting Badai Matahari 14 April 2022, Penyebab hingga Dampak

Kompas.com - 14/04/2022, 13:32 WIB
Mela Arnani,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badai Matahari kuat diprediksi akan menghantam Bumi pada hari ini, 14 April 2022. Peringatan telah dikeluarkan menyusul model proyeksi Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA).

Kedua badan antariksa ini menunjukkan badai Matahari akan menuju medan magnet Bumi.

“Hantaman langsung (badai Matahari) berdasarkan model prediksi badai Matahari NOAA dan NASA menunjukkan badai menghantam 14 April, tepat di depan aliran angin Matahari yang cepat,” kata ahli cuaca luar angkasa Tamitha Skov dikutip dari Express pada 12 April 2022.

Baca juga: Dua Galaksi Menari Berhasil Dibidik Teleskop Hubble, Bagaimana Penampakannya?

Mengapa bisa terjadi badai Matahari?

Melansir pemberitaan sebelumnya, badai Matahari terjadi saat salah satu bagian di Matahari atau daerah aktif dan/atau sebagian lontaran massa korona terlontar ke luar angkasa atau peristiwa di Matahari yang berupa ledakan dengan skala ledakan yang besar.

Dampak dari ledakan yang diakibatkan badai Matahari ini bisa terasa sampai ke Bumi.

Diberitakan Kompas.com, 31 Oktober 2021, fenomena badai Matahari juga terjadi karena adanya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian-bagian permukaan Matahari dan antara permukaan dengan interior Matahari.

Ketidakseragaman tersebut memicu badai Matahari, sehingga menyebabkan garis-garis gaya magnetik Matahari bisa saling berbelit, terpuntir, dan membentuk busur yang menjulur keluar dari fotosfera.

Baca juga: Pertama Kali, Astronom Temukan Molekul Organik Terbesar di Sekitar Bintang Muda

Dampak badai Matahari

NASA memperkirakan, badai geomagnetik yang akan terjadi termasuk kategori kelas G2. Adapun Space Weather Center (SWPC) Amerika Serikat telah membagi badai geomagnetik dalam skala paling rendah (G1) dan terekstrem (G5).

Kendati begitu, badai Matahari yang paling ringan sekalipun bisa menyebabkan fluktuasi jaringan listrik, bahkan pengoperasian satelit di orbit. Fenomena ini juga dapat mengganggu sinyal radio, sistem navigasi, dan hewan yang bermigrasi.

Saat badai geomagneti bersentuhan dengan medan magnet Bumi, berpotensi menyebabkan pemadaman radio, bahkan pemadaman listrik jika secara langsung menyerang transformator.

“Risiko pemadaman radio tetap rendah, tapi operator radio amatir dan pengguna GPS menghadapi gangguan di sisi malam Bumi,” ujar Skov.

Baca juga: Teleskop James Webb Berhasil Memotret Bintang Pertamanya, Seperti Apa?

Aurora

Di sisi lain, badai Matahari yang diprediksi terjadi pada 14 April 2020 menyebabkan pemandangan cahaya kilau atau aurora. Jika langit cerah, aurora borealis bisa terlihat di sejumlah negara termasuk Inggris bagian utara dan Irlandia Utara.

Bedasarkan model prediksi NASA, badai matahari akan menghantam Bumi pukul 12.00 waktu setempat. Sedangkan model NOAA, menunjukkan kedatangan badai Matahari yang lebih awal, pukul 07.00 waktu setempat.

Adapun fenomena badai Matahari tercatat telah menghancurkan 40 dari 49 satelit internet Starlink milik SpaceX pada awal tahun ini. Akibatnya, satelit perusahaan Elon Musk tersebut jatuh dan terbakar di atmosfer Bumi.

Baca juga: Kenapa Waktu Maghrib Jakarta dan Bandung Berbeda? Ahli Jelaskan

Dampak badai Matahari bagi kehidupan manusia

Badai matahari tidak dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang. Diperlukan alat bantu seperti teleskop untuk memantau peristiwa alam ini.

Ini juga tidak bisa dilakukan secara terus-menerus lantaran Bumi melakukan rotasi yang menyebabkan terjadinya pergantian waktu siang dan malam. Sehingga pemantauan badai Matahari biasanya dilakukan dengan mengirim satelit ke luar angkasa, agar tetap bisa dilakukan tanpa terhalang pergantian siang dan malam.

Adapun fenomena badai Matahari bisa berdampak langsung terhadap kehidupan manusia, seperti gangguan pada kondisi atmosfer, khususnya ionosfer maupun geomagnet bumi.

Asisten profesor di University of California Irvine Sanggetha Abdu Jyothi dalam penelitian "Solar Superstroms: Planning for an Internet Apocalypse", menyebutkan bahwa badai Matahari ekstrem mampu menyebabkan kiamat internet atau matinya jaringan internet secara besar-besaran di berbagai negara di dunia, bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.

Menurut Jyothi, infrastruktur yang ada masih belum siap menghadapi badai Matahari dalam skala besar.

Baca juga: Planet yang Tidak Memiliki Satelit Alami

Untuk diketahui, Matahari selalu mengirimkan partikel bermuatan magnet ke Bumi atau solar wind dalam jumlah dan kecepatan tertentu. Solar wind merupakan partikel bermuatan plasma yang terdiri dari campuran proton dan elektron (partikel magnet), ditambah beberapa elemen yang lebih berat.

Solar wind akan mengalir keluar dari lapisan matahari yang bernama korona. Pertikel terus dilepaskan dalam jumlah besar, mengikuti semburan matahari dan letusan lainnya.

Partikel magnet yang dikirim dalam jumlah dan kecepatan yang wajar, dapat ditepis oleh lapisan terluar Bumi. Tapi dalam kurun waktu tertentu, solar wind bisa menjadi badai Matahari yang besar. Ini akan menyebabkan adanya gangguan geomagnetik di Bumi dan bisa berimbas pada infrastruktur jaringan internet.

Selain kiamat internet, badai Matahari ekstrem mampu menyebabkan gangguan pada sistem komunikasi radio jarak jauh dan rusaknya jaringan listrik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com