Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Klitih Remaja di Yogyakarta Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen, Ini Kata Sosiolog

Kompas.com - 06/04/2022, 13:01 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aksi klitih kembali terjadi di Yogyakarta, Minggu (3/4/2022) dini hari, hingga menewaskan remaja SMA. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Senin (4/4/2022) klitih Jogja menewaskan Daffa Adziin Albasith (18), yang merupakan anak anggota DPRD Kebumen Madkhan Anis.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DI Yogyakarta Kombes Pol Ade Ary Syam, mengatakan pada Minggu sekitar pukul 02.10 WIB, Tim Patroli Sabhara Polda DIY dan Kepolisian Sektor Kotagede menemukan remaja laki-laki di Jalan Gedongkuning, Yogyakarta yang mengalami luka di bagian wajahnya .

“Pelaku diduga menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Dua kendaraan, satu kendaraan ditumpangi dua orang dan satu kendaraan ditumpangi tiga orang,” ungkap Ade.

Ade berkata, korban saat itu sedang berkendara dengan temannya kemudian berpapasan dengan para pelaku di Jalan Gedongkuning, Yogyakarta. 

Tak lama setelahnya pelaku menyabetkan gir yang mengakibatkan luka parah di kepala korban, dan menyebabkan remaja itu harus dilarikan ke rumah sakit oleh polisi yang berpatroli. Akan tetapi, nyawanya tidak dapat diselamatkan.

"Motif masih didalami. Penyelidikan masih berlangsung kita akan terus melakukan olah TKP dan mendalami keterangan saksi-saksi," kata Ade.

Baca juga: Ramai Remaja Klitih di Yogyakarta, Psikolog Sebut Keluarga Jadi Faktor Penyebabnya

Kata sosiolog soal klitih di Yogyakarta

Menanggapi aksi klitih remaja di Yogyakarta yang menewaskan pelajar SMA, Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), A.B Widyanta angkat bicara.

Abe, sapaan akrab A.B Widyanta, turut menyampaikan rasa belasungkawa kepada keluarga korban, yang menjadi salah satu dari sekian korban tindak kekerasan jalanan di kota pelajar itu.

"Rasa kehilangan atas 'satu nyawa' kali ini sungguh-sungguh harus ditransformasikan menjadi memori kolektif segenap warga Yogyakarta, bahwa Yogyakarta tidak sedang baik-baik saja," ujar Abe saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/4/2022).

Menurutnya, warga Yogyakarta tidak boleh memakai jurus “aji joyo endo” atau penyangkalan atas kondisi itu.

"Hanya dengan situasi kebatinan dalam memori kolektif semacam itulah, segenap warga Yogyakarta terlatih untuk memiliki kepekaan dan sense of crisis sekaligus sikap eling lan waspada, sebagai laku dari risk preparedness, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi," sambungnya.

Lantas, apa itu klitih yang menewaskan pelajar di Yogyakarta?

Terkait klitih tewaskan anak anggota DPRD Kebumen itu, Abe mengatakan bahwa secara etimologi bahasa Jawa, istilah klithih adalah jalan-jalan tak tentu arah, jalan-jalan mencari angin, keluyuran, sightseeing atau melihat-lihat untuk mencari objek yang menarik.

Baca juga: Video Viral Remaja ABG Cegat Truk Tronton demi Konten, Ini Kata Psikolog

Remaja Pelaku Kekerasan Jalanan di Bantul di Mapolres Bantul Senin (29/11/2021)KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Remaja Pelaku Kekerasan Jalanan di Bantul di Mapolres Bantul Senin (29/11/2021)

Masyarakat menyematkan istilah itu untuk mengilustrasikan tentang aktivitas sekelompok anak-anak dan/atau remaja, yang berkeliling menggunakan motor di malam hari.

Mereka melakukan tindak kekerasan atau kriminal dengan cara melukai orang lain sebagai objek dari tindakan kejahatannya menggunakan berbagai senjata tajam.

Adapun korban klitih bisa saja adalah seseorang yang dianggap lawan, dan tengah menjadi sasaran pencarian kelompok pelaku.

"Namun bisa juga korban itu adalah korban salah sasaran atau orang umum yang dijadikan sebagai objek pelampiasan untuk mendapatkan pengakuan, popularitas, dan ketenaran, baik di dalam kelompok itu sendiri maupun di antara kelompok lainnya," jelas Abe.

Sementara itu, motif dan modus yang dilakukan pelaku klitih beragam. Umumnya, aksi tersebut erat dengan “esprit de corps”, rasa persatuan maupun kepentingan serta tanggung jawab bersama di dalam geng anak dan remaja.

Baca juga: Mengenal Psikopat, Kriminalitas Remaja Jadi Faktor Risikonya

Setiap anggota geng, lanjut Abe, seperti terikat oleh perasaan kebanggaan, rasa memiliki persekutuan, solidaritas, loyalitas, kepatuhan, dan ketundukan pada aturan mainnya.

Dalam situasi demikian, anak-anak tersandera dan terperosok dalam psikologis massa anggota lainnya di dalam geng.

"Proses pembentukan diri, sosial maupun pembentukan psikologis anak-anak yang relatif belum utuh dan masih sangat labil tersebut gampang sekali terhasut oleh pilihan rasional solidaritas kolektif yang destruktif," imbuhnya.

Dia menambahkan, psikologis anak yang lekat dengan perilaku suka cari perhatian, butuh diakui eksistensinya, butuh disanjung, dan butuh ketenaran seakan mendapati ruang aktualisasi diri di dalam geng.

"Dalam konteks ini, aksi jagoan untuk memperebutkan pengakuan sepertinya tengah menjadi trend problem sosiologis dan psikologis di kalangan anak-anak yang terlibat dalam tindakan kekerasan atau kejahatan di jalanan tersebut," papar Abe.

Baca juga: Viral Remaja Nekat Hentikan Truk, Ini Penyebabnya Kata Psikolog

Pelaku klitih bawa celurit satu meter mengejar sasarannya dari Kabupaten Sleman hingga Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku yang beberapa di antaranya adalah pelajar beraksi hingga melukai dua orang.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Pelaku klitih bawa celurit satu meter mengejar sasarannya dari Kabupaten Sleman hingga Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku yang beberapa di antaranya adalah pelajar beraksi hingga melukai dua orang.

Solusi penanganan fenomena klitih di Yogyakarta

Abe mengungkapkan melalui akar persoalan tindakan kejahatan jalanan, kita dapat menganalisis bahwa pilihan pencarian jati diri pelaku, telah terjerumus terlalu dalam pada tindakan yang sangat berbahaya.

Aksi klitih Jogja, bukan hanya membahayakan bagi diri mereka sendiri melainkan berbahaya juga bagi orang lain.

Sehingga diperlukan solusi untuk menangani permasalahan kejahatan jalanan seperti yang terjadi di Yogyakarta. Abe menilai tidak ada solusi tunggal dan instan untuk menangani persoalan sosial, dam psikologis yang kompleks ini.

Langkah yang paling penting adalah mengakui bahwa kita memiliki masalah sosial yang sangat kompleks. Setelah menyadari hal itu, para pemangku kepentingan perlu membicarakan bersama untuk menyusun solusi yang menyeluruh.

Abe menuturkan dalam menyikapi agar kejadian aksi klitih remaja di Yogyakarta ini tidak terulang, Yogyakarta perlu menggelar rembug akbar untuk menyusun gerakan kolektif, dan menyeluruh.

Baca juga: Tren Remaja Pakai Rokok Elektrik Meningkat, Ahli Ingatkan Dampak Buruknya

Tindakan kuratif berupa pemprosesan hukum terhadap pelaku klitih atau kejahatan jalanan, kata dia, hanyalah memotong ranting persoalan dan bukan akar persoalan.

"Kita semua pasti memahami, bahwa UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA) adalah salah satu produk perundangan yang menjunjung prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam menerapkan proses hukum pidana pada anak,"

Adapun UU No 11 Tahun 2012 (UU-SPPA) pasal 21 berbunyi pelaku di bawah usia 12 tahun tidak boleh diproses hukum, namun dikembalikan kepada orang tua/wali atau diikutsertakan dalam proses pembinaan.

Pasal 69 berbunyi pelaku yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan. Serta pasal 20 dan pasal 32 berbunyi pelaku bisa ditempatkan di panti rehabilitasi atau dikembalikan ke orangtua dengan pengawasan. Sedangkan pelaku usia 14 sampai 18 tahun dapat dipidana atau direhabilitasi.

"Problem besar peradaban ini adalah panggilan tugas bagi seluruh pemangku kepentingan. Dalam hal ini, para pemangku kepentingan mesti bersatu padu untuk memberikan kepada anak-anak ini, ruang-ruang publik dan arena-arena tumbuh yang lebih manusiawi dan bermartabat," pungkasnya.

Aksi klitih tewaskan anak anggota DPRD Kebumen yang merupakan remaja SMA ini terjadi pada Minggu (3/4/2022) lalu. Hingga saat ini, kasus klitih remaja yang menyerang korban di Gedongkuning itu masih dalam penyelidikan. 

Baca juga: Mengenal Psikopat, Kriminalitas Remaja Jadi Faktor Risikonya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com