Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Potensi Gelombang Ketiga akibat Omicron Lebih Parah 4 Kali Lipat dari Delta

Kompas.com - 08/02/2022, 12:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, potensi gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh dominasi infeksi varian Omicron, akan lebih parah 4 kali lipat dibandingkan dengan gelombang kedua yang didominasi infeksi varian Delta.

"Dengan adanya gelombang ketiga yang didominasi oleh kasus infeksi Omicron ini, sulit kita mencegah adanya kasus infeksi yang bahkan akan lebih besar dari kasus infeksi Delta," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (7/2/2022). 

Gelombang kedua Covid-19 di Indonesia

Sebagai informasi, gelombang kedua pandemi Covid-19 di Indonesia yang mulai terjadi Mei 2021. Kasus mingguan pada saat itu naik 7 kali lipat dari sebelumnya. 

Di mana saat pertengahan bulan Mei 2021, data kasus mingguan masih sekitar 26.066 kasus. Menjelang minggu akhir bulan Mei kasus mingguan bertambah menjadi 35.470 kasus, dan seterusnya sampai bulan Juli 2021 kasus meningkat menjadi 253.600 kasus.

Baca juga: Sehari Konfirmasi Covid-19 Indonesia Naik 36.057 Kasus, Apakah Sudah Puncak Gelombang Ketiga?

Satgas Covid-19 mencatat, rekor kasus harian tertinggi terjadi pada 15 Juli 2021, dengan kasus konfirmasi positif mencapai 56.757 kasus dan laporan harian kematian tertinggi terjadi pada 27 Juli 2021 dengan 2.069 kasus.

Secara keseluruhan Indonesia telah mencatat lebih dari 3,4 juta kasus dan 95.000 kematian saat gelombang kedua ini terjadi, dan para ahli kesehatan masyarakat memperkirakan angka sebenarnya bisa jadi beberapa kali lebih tinggi dari laporan yang didapatkan itu.

Sebab, masih banyak daerah-daerah dengan keterbatasan akses dan layanan kesehatan yang mungkin belum bisa mendata dengan akurat kasus tersebut.

Gelombang kedua pada saat itu dilaporkan didominasi oleh infeksi virus SARS-CoV-2 varian Delta yang lebih mudah menular daripada varian-varian baru Covid-19 lain sebelumnya.

Dampak yang terjadi yakni 120.000 tempat tidur Rumah Sakit Rujukan Covid-19 se-Indonesia dipenuhi oleh pasien terinfeksi dengan gejala berat hingga kritis.

Sementara, 7.930 tempat tidur di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Jakarta dipenuhi oleh pasien terinfeksi dengan gejala ringan-sedang.

Intervensi kebijakan yang dimabil oleh pemerintah saat itu adalah pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Mikro hingga tahap XII sejak 9 Februari 2021, dan PPKM Darurat 3-20 Juli 2021.

Gelombang kedua dinyatakan telah berakhir oleh Kementerian Kesehatan pada akhir bulan Juli atau awal Agustus 2021.

Potensi gelombang ketiga Februari-Maret 2022

Sedangkan untuk saat ini, Dicky mengatakan, tren kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 di tanah air sedang menuju ke arah puncak gelombang ketiga.

"Sudah saya sampaikan, gelombang ketiga itu nyata. Artinya bakal terjadi," ujar Dicky.

"Saat ini kita sudah masuk ke anak tangganya (menuju puncak gelombang ketiga), dan jumlah kasus infeksinya bahkan yang ditemukan oleh pemerintah itu jauh lebih kecil, yang di masyarakat bisa sampai 10 kali lipat dari ini," tambahnya.

Menurut Dicky, sejak awal pandemi Covid-19 ini hadir, banyak negara termasuk Indonesia mungkin hanya menemukan puncak gunung es dari penyebaran dan penularan infeksi penyakit yang baru muncul di akhir 2019 lalu.

Ia melanjutkan, sebenarnya kasus infeksi Covid-19 yang terus meningkat, bisa saja tidak terdeteksi sejak sebulan yang lalu, atau pada awal Januari 2022.

Hal ini dikarenakan, Dicky melihat masih ada keterbatasan 3t (tracing, testing, dan treatment) di tanah air, kemudian diikuti dengan mayoritas penduduk Indonesia yang sebetulnya bukan tipe masyarakat yang gampang ke rumah sakit, serta melihat angka kematian akibat infeksi ini yang mulai tinggi lagi.

Baca juga: Epidemiolog Sebut Masih Akan Ada Banyak Kasus Infeksi Covid-19, Ini Penyebabnya

Disampaikan Dicky, tren kasus konfirmasi Covid-19 masih akan meningkat dalam beberapa waktu ke depan.

"Kita masih akan melihat banyak kasus, dan itu tidak usah kaget," kata dia.

Jika tren peningkatan kasus Covid-19 ini meningkat di daerah yang cakupan vaksinasinya masih rendah, maka risiko kesakitan dan kematian akibat infeksi Covid-19 varian apapun juga akan meningkat.

Ia menegaskan, dengan adanya gelombang ketiga yang didominasi oleh kasus infeksi Omicron, sulit untuk mencegah adanya kasus infeksi yang bahkan akan lebih besar dari kasus infeksi Delta.

"Namun, tentu kabar baiknya, kalau itu menimpa daerah dengan cakupan vaksinasi sudah di atas 70 persen atau 80 persen, tentu dampaknya bagi mayoritas yang sudah divaksinasi akan ringan, atau gejalanya ringan-sedang," kata dia.

Baca juga: Beredar Pesan Berantai Resep Obat Herbal untuk Infeksi Omicron, Benarkah Efektif?

Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 6 Februari 2022, cakupan vaksinasi dosis lengkap di Indonesia belum mencapai 70 persen.

Total vaksinasi dosis 2 baru sebesar 62.96 persen, dan total vaksinasi dosis 2 sudah mencapai 89.65 persen.

"Sampai saat ini belum ada negara yang bisa mengerem laju kasus Omicron ini. Belum ada". 

"Dan ini yang saya ingatkan sejak awal Omicron ada, bahwa jika ada satu varian yang begitu efektif menginfeksi, cepat menyebar (seperti Omicron), ini akan berbahaya ya kalau mitigasinya lemah," tegasnya.

Potensi kasus Omicron 4 kali lipat daripada Delta

Ahli kesehatan juga banyak melaporkan, bahwa sumber infeksi Covid-19 di Indonesia yang mendominasi pada gelombang ketiga saat ini adalah varian Delta dan varian Omicron.

Untuk varian Omicron penularannya disebutkan 4 kali lebih cepat dibandingkan varian Delta. Tapi, sebagian besar pasiennya memiliki gejala yang ringan.

Nah, perkara gejala ringan inilah yang membuat sebagian dari masyarakat menganggap bahwa infeksi Omicron ini tidak berbahaya, karena hanya menimbulkan gejala-gejala mirip dengan masuk angin atau flu.

Baca juga: Bagaimana Cara Menentukan Infeksi Omicron? Ini Penjelasan Kemenkes

Dicky menjelaskan, meskipun benar bahwa gejala ringan infeksi Omicron ini bisa berdampak baik karena tidak membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, dan cukup di rawat atau isolasi di rumah saja, jangan terlalu senang dan lantas abai dengan proteksi diri.

Ditegaskan Dick, meskipun gejala-gejala infeksi Covid-19 varian Omicron memang banyak yang ringan, kondisi saat ini tetap berbahaya.

"(Kondisi saat ini) Tentu berbahaya," tegasnya.

"Nah, dari jumlah potensi kasusnya (infeksi Omicron) itu bisa empat kali lebih senyap daripada Delta," tambahnya.

Terlebih jika yang terinfeksi adalah orang yang belum pernah divaksin Covid-19, dan memiliki komorbid tidak terkontrol, maka gejala infeksi Omicron akan cenderung berat, bahkan kritis serta menyebabkan kematian.

Di saat bersamaan, jangan lipa, bahwa varian Delta yang bisa mengakibatkan penderitanya memiliki gejala berat di pernapasan, masih ada di sekitar kita saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com