Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER SAINS]: Penyebab Letusan Gunung Krakatau 1883 | Karbon Purba Mars | Fenomena Aphelion | Gunung Merapi Semburkan Awan Panas

Kompas.com - 22/01/2022, 09:32 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Studi ungkap perbedaan penyebab letusan Gunung Krakatau 1883 dan Gunung Anak Krakatau 2018. Berita ini menjadi informasi populer Sains sepanjang Jumat (21/1/2022) hingga Sabtu (22/1/2022).

Letusan Gunung Anak Krakatau pada Desember 2018, sebelumnya disebut penyebabnya tak jauh berbeda dengan pendahulunya, Gunung Krakatau yang meletus pada 1883.

Namun, studi baru mengungkapkan ternyata adanya perbedaan penyebab letusan kedua gunung berapi yang berada di perairan Selat Sunda tersebut.

Ilmuwan berhasil menganalisis sampel batuan yang dikumpulkan robot penjelajah Mars, Curiosity NASA.

Mereka mengungkapkan permukaan planet Mars ini memiliki karbon purba yang diduga memberi bukti baru tentang potensi kehidupan di Mars.

Cuaca dingin yang akhir-akhir ini terjadi, diduga disebabkan oleh adanya fenomena aphelion.

Salah satu berita populer Sains ini menjadi ulasan menarik, yang mengungkapkan penjelasan ahli mengenai hubungan fenomena aphelion dengan cuaca dingin.

Berita populer Sains lainnya, yakni kabar terbaru dari aktivitas vulkanik Gunung Merapi.

Gunung berapi paling aktif di Pulau Jawa ini kembali menyemburkan awan panas, Jumat (21/1/2022).

Beberapa rangkuman berita populer Sains sepanjang Jumat hingga Sabtu pagi ini, dapat disimak berikut ini.

Penyebab letusan Gunung Krakatau dan Anak Krakatau

Gunung Anak Krakatau meletus tahun 2018, menyisakan perbincangan hangat di kalangan para ahli kebumian di dunia.

Sebuah studi baru berhasil mengungkap penyebab letusan Gunung Anak Krakatau yang sempat menyebabkan tsunami di pesisir Banten dan sekitarnya pada tahun 2018 silam.

Sebelumnya, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883 juga disebut sebagai letusan gunung berapi yang dahsyat.

Letusan dahsyat Gunung Krakatau itu pun tak hanya menghancurkan kehidupan di pesisir Banten dan Lampung, tetapi juga melenyapkan Pulau Krakatau di masa itu.

Suara ledakan saat Gunung Anak Krakatau meletus saat itu terdengar hingga 200 km.

Intensitas bertambah pada tanggal 26 Agustus dan mencapai puncaknya pada Senin 27 Agustus.

Hal ini kemudian membuat peneliti menemukan bahwa penyebab letusan kedua gunung berapi di Selat Sunda itu berbeda.

Selengkapnya berita populer Sains tentang perbedaan penyebab letusan Gunung Krakatau dan Anak Krakatau ini dapat dibaca di sini.

Baca juga: Penyebab Letusan Gunung Krakatau 1883 dan Anak Krakatau 2018, Studi Ungkap Perbedaannya

Karbon purba Mars ditemukan Curiosity NASA

Penjelajah NASA, Curiosity menemukan sampel mengandung banyak karbon purba dari permukaan planet Mars.

NASA mengatakan, bahwa setelah dianalisis sampel batuan planet Mars yang dibawa robot penjelajah itu tampaknya terkait dengan proses biologis di Bumi.

Dilansir dari laman resmi NASA, Selasa (18/1/2022) saat ini peneliti sedang mencari tahu apa yang bisa menyebabkan karbon yang mereka temukan, jika tidak menandakan kehidupan di Mars.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada 18 Januari 2022 ini, menjelaskan keberadaan karbon organik dari bakteri purba yang terinspirasi oleh kehidupan di Bumi.

Untuk menganalisis karbon purba di permukaan Mars, House dan timnya menggunakan instrumen Tunable Laser Spectrometer (TLS) di laboratorium SAM.

Informasi populer Sains tentang karbon purba di planet Mars ini dapat disimak selengkapnya di sini.

Baca juga: Karbon Purba Planet Mars Ditemukan Curiosity NASA, Seperti Apa?

Fenomena Aphelion benarkah membuat bumi terasa dingin

Fenomena aphelion adalah waktu ketika orbit dari sebuah planet, komet, atau benda langit lainnya berada di titik paling jauh dari Matahari.

Bumi juga memiliki titik aphelion yang terjadi setiap awal Juli. Jarak aphelion Bumi adalah 4.800.000 km dari Matahari.

Sebaliknya, terdapat juga fenomena dimana benda langit berada di titik orbit terdekat dari Matahari. Fenomena ini disebut dengan perihelion.

Perihelion Bumi terjadi pada awal Januari. Hal tersebut terjadi karena bentuk orbit planet yang berbentuk elips.

Banyak yang beranggapan bahwa aphelion berpengaruh membuat cuaca di Bumi berubah.

Ketika Bumi pada titik aphelion maka Bumi akan menjadi lebih dingin, dan begitu juga sebaliknya.

Ternyata anggapan ini adalah salah.

Selengkapnya, berita tentang fenomena aphelion dan hubungannya dengan udara dingin di Bumi dapat dibaca di sini.

Baca juga: Fenomena Aphelion, Benarkah Membuat Bumi Terasa Lebih Dingin?

Gunung Merapi semburkan awan panas

Gunung Merapi kembali semburkan awan panas guguran, sore ini pukul 17.05 WIB, Jumat (21/1/2022).

Semburan atau gempa awan panas ini terpantau dalam rekaman video di Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan, dengan amplitudo 30 mm dan lama gempa 323 detik.

Berdasarkan keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hari ini telah tercatat 42 kali gempa guguran amplitudo 3-42 mm dan lama gempa antara 21,4- 163,8 detik.

Adapun, pengamatan visual Gunung Merapi saat ini tertutup kabui 0-1. Asap kawah tidak teramati.

Cuaca pun berawan hingga hujan, dengan kondisi angin lemah hingga sedang ke arah timur.

Berita populer Sains tentang aktivitas Gunung Merapi, selengkapnya dapat di baca di sini.

Baca juga: Gunung Merapi Semburkan Awan Panas, Waspada Radius 5 KM dari Puncak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com