Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pidato Jokowi di COP26, Realisasinya Butuh Kebijakan Pembangunan yang Konsisten

Kompas.com - 03/11/2021, 11:01 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi pembicara pada hari kedua KTT perubahan iklim World Leaders Summit COP26, Selasa (2/11/2021).

Dalam pidatonya, Jokowi bertekad agar sektor hutan dan lahan Indonesia menjadi penyerap karbon (net carbon sink) selambat-lambatnya di tahun 2030.

Tekad ini sejalan dengan Global Forest Deal yang diluncurkan di Glasgow di mana 100 negara termasuk Indonesia menjanjikan akan mengakhiri deforestasi pada tahun 2030.

Menanggapi pidato Jokowi, Yayasan Madani Berkelanjutan mengungkapkan apresiasinya. Meski demikian, lembaga ini juga mengingatkan bahwa tanpa langkah-langkah yang tegas, pencapaian target yang disebutkan oleh Jokowi bisa tidak terealisasikan.

Baca juga: Kenapa Angka 1,5 Derajat Celsius Sangat Penting dalam COP26?

Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, mengatakan, Presiden Jokowi harus tegas mengeluarkan kebijakan pembangunan -termasuk pemulihan ekonomi nasional- yang konsisten dengan agenda net sink FOLU dan tujuan untuk mengakhiri deforestasi pada 2030.

Melindungi gambut

Dalam upaya mengakhiri deforestasi pada 2030, Nadia berkata bahwa melindungi seluruh bentang hutan alam dan ekosistem gambut tersisa akan membantu Indonesia mencapai aspirasi tersebut.

Namun, nyatanya masih ada 9,6 juta hektare bentang hutan alam tersisa yang belum terlindungi kebijakan penghentian pemberian izin baru dan bisa terancam.

Yosi Amelia, Program Officer Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan menambahkan bahwa untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), pemerintah juga harus mempercepat restorasi gambut.

Caranya dengan memasukkan seluruh area terbakar pada 2015-2019 dan mendorong realisasi restorasi gambut di area izin dan konsesi.

Kemudian, pemerintah daerah juga harus diperkuat dalam menjalankan aksi adaptasi dan mitigasi di wilayahnya dan meningkatkan pendanaan hijau ke daerah.

Baca juga: COP26 Digelar, Pertemuan Pemimpin Dunia Bahas Krisis Iklim

Begitu pun perhutanan sosial, harus diakselerasi dan diperkuat karena berpotensi berkontribusi hingga 34,6% terhadap target NDC dari pengurangan deforestasi.

Menghentikan alih fungsi lahan yang tidak sesuai tujuan

Sebaliknya, rencana alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan tujuan net sink FOLU 2030 harus dihentikan.

"Hutan alam, ekosistem gambut, dan wilayah Masyarakat Adat di dalam Area of Interest Food Estate harus dikeluarkan dan dilindungi agar tidak dikonversi. Saat ini ada 1,5 juta hektare hutan alam di Area of Interest Food Estate di 4 provinsi saja,” kata Yosi.

Tidak hanya itu, pasca-moratorium sawit, perlu ada kebijakan tegas dan tertulis untuk tidak memberikan izin perkebunan sawit baru di wilayah yang berhutan alam dan ekosistem gambut.

Trias Fetra, Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, mengatakan, jika tidak dihentikan, sekitar ada 1,73 juta hektare hutan alam yang bisa terancam.

Baca juga: Surat Terbuka Masyarakat Sipil Peduli Iklim untuk Presiden Jokowi Jelang COP26

Pasalnya, hutan alam ini berada di kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) yang tidak terlindungi Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), di luar Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), dan di luar izin eksisting.

“Jika penyelesaian keterlanjuran izin sawit di Kawasan Hutan turut mencakup area yang masih berhutan alam dan ekosistem gambut, sekitar 0,76 juta hektare hutan alam juga bisa terdampak pelepasan Kawasan Hutan,” kata Trias.

"Jika seluruh hutan alam di atas hilang, hingga 78% 'jatah' deforestasi Indonesia untuk mencapai target Updated NDC pada 2020-2030 akan habis," imbuhnya lagi.

Begitu pun mengenai komitmen Presiden Jokowi untuk memanfaatkan energi terbarukan, termasuk Bahan Bakar Nabati (biofuel); Yayasan Madani Berkelanjutan berkata bahwa diperlukan ketegasan untuk menegakkan safeguards dan tidak membuka hutan alam serta ekosistem gambut.

“Mendiversifikasi bahan baku biofuel agar tidak hanya berfokus pada minyak sawit menjadi penting agar tidak ada kompetisi bahan baku untuk pangan dan energi sehingga dapat mencegah ekspansi lahan pada hutan alam dan lahan gambut,” kata M. Arief Virgy, Program Officer Tata Kelola Biofuel Yayasan Madani Berkelanjutan.

Di samping kedua hal di atas, Yayasan Madani Berkelanjutan juga meminta agar Presiden Jokowi mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi hak masyarakat adat yang berada di garis depan perlindungan hutan alam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com