Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuk Pancaroba, BMKG Minta Indonesia Waspada Cuaca Ekstrem

Kompas.com - 23/09/2021, 10:01 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Memasuki peralihan musim atau pancaroba, masyarakat Indonesia diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa saat ini Indonesia sedang beralih dari musim kemarau ke musim hujan, dan kejadian cuaca ekstrem yang dapat menimbulkan berbagai bencana hidrometeorologi juga akan meningkat.

“Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan disertai petir dan angin kencang serta hujan es,” kata Dwikorita, Rabu (22/9/2021).

Oleh karena itu, BMKG mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mewaspadai cuaca ekstrem selama musim pancaroba. Hal tersebut guna menghindari risiko korban jiwa akibat cuaca ekstrem. 

Baca juga: BMKG: Waspada, Cuaca Ekstrem Sudah Mulai Melanda Jabodetabek

Upayakan, saat ada angin kencang, bagi pengendara lebih baik menepi dulu untuk menghindari risiko pohon atau baliho tumbang. 

Sementara, bagi para nelayan juga waspada gelombang tinggi. Serta, jangan memaksakan melaut jika cuaca sedang buruk. 

Penyebab cuaca ekstrem

Dwikorita pun menambahkan, ada banyak hal yang membuat peluang cuaca ekstrem ini terjadi, seperti arah angin, pertumbuhan awan Cumulonimbus, dan berbagai fenomena gelombang atmosfer.

1. Arah angin

Dwikorita mengatakan, arah angin bertiup sangat bervariasi, sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya. 

Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam. 

2. Pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb)

Faktor pemicu cuaca ekstrem beriktunya adalah adanya pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb).

 

Awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh disaat pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas. 

Namun, menjelang sore hari, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir, dan angin.

“Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal didaerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati,” jelasnya.

3. Fenomena gelombang atmosfer

Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengatakan, cuaca ekstrem yang terjadi tersebut disebabkan oleh fenomena gelombang atmosfer yang teridentifikasi aktif di sekitar wilayah Indonesia termasuk di wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. 

Fenomena gelombang atmosfer tersebut adalah Madden Jullian Oscillation (MJO) dan gelombamg Rossby Ekuatorial yang aktif di sekitar wilayah tengah dan timur Indonesia, Gelombang Kelvin yang aktif di sekitar wilayah Jawa dan Kalimantan.

Baca juga: Daftar Wilayah Berpotensi Gelombang Tinggi 4 Meter hingga Besok

“Kondisi dinamika atmosfer skala lokal yang tidak stabil dengan konvektivitas yang cukup tinggi serta didukung dengan adanya kondisi dinamika atmosfer skala regional yang cukup aktif berkontribusi pada pembentukan awan hujan, menjadi faktor pemicu potensi cuaca ekstrem tersebut,” jelas Guswanto.

Lebih lanjut, Guswanto menjelaskan bahwa MJO, gelombang Rossby Ekuatorial, dan gelombang Kelvin adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com