Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2021, 12:02 WIB

KOMPAS.com - Tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa Indonesia memiliki tokoh pelopor kebangkitan ilmu pengetahuan, yaitu Prof. Dr. Achmad Mochtar.

Mochtar merupakan seorang dokter sekaligus ilmuwan yang lahir di Bonjol, pada 10 November 1890.

Dalam acara bedah buku Tumbal Vaksin Maut Jepang yang diselenggarakan oleh Pustaka Obor Indonesia, Kamis (16/9/2021), Prof. Dr. Sangkot Marzuki, M.Sc., Ph.D., D.Sc., Direktur Lembaga Eijkman pada tahun 1992-2014 dan Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), yang bertindak sebagai pembicara mejelaskan bahwa Mochtar mendapatkan gelar Indisch Arts (Dokter Hindia) di STOVIA pada tahun 1915.

STOVIA merupakan sekolah pendidikan dokter pada zaman penjajahan Belanda yang sempat berubah nama menjadi Ika Daigaku saat Jepang mengambil alih wilayah Indonesia, atau yang saat ini dikenal sebagai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baca juga: Buku Tumbal Vaksin Maut Jepang Patahkan Tuduhan pada Achmad Mochtar

Prof. Sangkot menambahkan, Mochtar merupakan sesorang dokter yang sejak awal karirnya telah menunjukkan minat serta kemampuannya.

Karenanya, Mochtar berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan dokter di Universitas Amsterdam, Belanda, bersama Raden Soesilo dan Mas Sardjito.

Tidak lama setelah itu, mereka berhasil lulus dengan mudah sebagai dokter berkualifikasi setingkat lulusan Belanda yang bergelar Arts.

Mereka juga kembali melanjutkan pendidikan dokternya dengan fokus pada Laboratorium sebagai persiapan disertasi doktoral.

Berkat kepandaiannya, Mochtar berhasil lulus pada tahun 1927 dengan mematahkan hipotesis Noguchi, Ahli Bakteriologi Jepang, tentang leptospira sebagai penyebab penyakit kuning.

Meskipun Mochtar dan rekannya bukan orang Indonesia pertama yang berhasil menempuh tingkat doktoral di Belanda, namun mereka adalah orang-orang yang pertama kali tetap memilih untuk berkiprah sebagai dokter ilmuwan setelah kembali ke tanah air.

Kendati demikian, karir keilmuwannya tidak berjalan mulus.

Dia ditangkap dan dieksekusi pada tahun 1945 oleh Kempeitai, militer Jepang, saat menjabat sebagai Direktur Lembaga EIjkman, Lembaga Penelitian Biologi di Jakarta yang berdiri sejak zaman Belanda.

Mochtar dihakimi atas tuduhan pencemaran vaksin TCD dengan toksin tetanus yang menewaskan 900 orang Romusha di Klender, meskipun kebenaran atas tuduhannya masih belum bisa dipastikan.

Nama serta jasa-jasnya pun seketika redup karena tragedi tersebut.

Hingga pada tahun 2020, Pemerintah Daerah Sumatera Barat membangun monumen Prof. Dr. Achmad Mochtar yang dilengkapi dengan penerbitan buku biografi berjudul Tumbal Vaksin Maut Jepang, untuk mengenang tokoh nasional asli Sumatera Barat.

Buku tersebut ditulis oleh Hasril Chaniago, Aswil Nazir dan Januarisdi yang pada awalnya tidak diperjual belikan.

Baca juga: Sejarah Sertifikat Vaksin, Sudah Dipakai sejak 1897 untuk Penyakit Pes

Selain membahas mengenai kampung halaman dan perjalanan pendidikan Mochtar, penulis buku Tumbal Vaksin Maut Jepang juga berusaha untuk mematahkan tuduhan Kempeitai atas Mochtar beserta penjelasan logisnya.

Di kesempatan yang sama, dua dari tiga penulis yang turut hadir dalam acara, Hasril Chaniago dan Aswil Nazir menceritakan kesulitan mereka dalam mengumpulkan informasi guna pembuatan buku ini.

Namun, berkat bantuan banyak pihak termasuk Prof. Sangkot yang juga pernah menerbitkan buku serupa dan memiliki ketertarikan terhadap Mochtar, buku Tumbal Vaksin Maut Jepang berhasil terbit dengan edisi kedua yang bisa dikonsumsi publik.

"Kalau tidak ada Prof. Sangkot, buku ini tidak akan jadi seperti ini," ujar Chaniago.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+