Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buku Tumbal Vaksin Maut Jepang Patahkan Tuduhan pada Achmad Mochtar

Kompas.com - 17/09/2021, 08:02 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Yayasan Obor Indonesia, lembaga penerbit buku, mengadakan acara bedah buku Tumbal Vaksin Maut Jepang yang patahkan tuduhan kempeitai pada Achmad Mochtar pada Kamis, 16 September 2021.

Buku yang ditulis oleh Hasril Chaniago, Aswil Nazir dan Jauarisdi ini merupakan buku edisi kedua yang direvisi dari terbitan pertama pada Desember 2020 sebelumnya.

Dalam acara tersebut, dijelaskan bahwa pada awalnya buku ini diterbitkan dengan tujuan untuk melengkapi monumen Prof. Dr. Achmad Mochtar yang dibangun oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat pada tahun 2020 dan tidak diperjual belikan.

Tidak disangka, ternyata banyak dukungan yang muncul dari rekan-rekan dokter dan sejarawan terkait buku ini.

Baca juga: Ahli Ungkap Isi Buku Kematian Mesir Kuno di Pembungkus Mumi Berusia 2300 Tahun

"Karena banyak sekali permintaan dan dukungan dari dokter-dokter dan pecinta sejarah yang memungkinkan buku ini terbit untuk publik. Jadi mudah-mudahan ini membangun kesadaran baru kita," ujar salah satu penulis, Hasril Chaniago.

Di dalamnya, mereka menuliskan mengenai Prof. Dr. Achmad Mochtar yang merupakan pelopor kebangkitan ilmu pengetahuan Indonesia melalui kiprahnya sebagai dokter ilmuwan setelah kembali dari Belanda untuk menempuh pendidikan.

Dia muncul di Lembaga Eijkman, sebuah Lembaga Penelitian Biologi di Jakarta yang didirikan pada masa pendudukan Belanda tahun 1937, setelah sebelumnya mengepalai Rumah Sakit Bengkulu dan Dinas Pemberantas Lepra di Semarang.

Pada tahun 1942, Prof. Mochtar diangkat sebagai Direktur Lembaga Eijkman sekaligus Wakil Rektor Ika Daigaku yang saat ini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Namun, tidak lama setelah Prof. Mochtar menjabat sebagai Direktur Lembaga Eijkman, ia ditangkap oleh Kempeitai, unit militer Jepang, atas tuduhan pencemaran vaksin TCD yang menewaskan sekitar 900 orang Romusha di Klender saat itu.

Adapun hal yang ingin dipatahkan mengenai informasi pada tragedi tersebut yang pertama adalah vaksin TCD yang digunakan terhadap Romusha di Klender bukan diproduksi oleh Lembaga Eijkman, melainkan oleh Lembaga Pasteur di Bandung.

Memang benar adanya, pada saat itu vaksin yang digunakan sempat dititipkan di ruang dingin Lembaga Eijkman sebelum dibawa ke Klender. Tetapi tidak mungkin bagi Lembaga EIjkman untuk melakukan sabotase atas vaksin tersebut karena mereka tidak mempunyai fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat toksin.

Selain itu, Jatman selaku staf Prof. Mochtar melaporkan bahwa tidak ditemukan bakteri tetanus di tempat suntikan, melainkan toksin tetanus yang cukup tinggi, hingga membuat Kempeitai merubah tuduhannya dari penyebaran bakteri menjadi toksin.

Yang terakhir adalah anatoksin, toksin yang sudah tidak aktif, jika gagal dalam proses inaktivasi, dosisnya masih di bawah kemampuan untuk menyebabkan kematian.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Sangkot Marzuki, M.Sc., Ph.D., D.Sc selaku Direktur Lembaga Eijkman tahun 1992-2014 dan Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), yang bertindak sebagai pembicara juga menyampaikan pendapatnya.

"Buku yang terbit ini bercerita mengenai biografi dari Prof. Mochtar dan berbicara mengenai Prof. Mochtar sebagai Prof. Mochtar," kata Prof. Sangkot.

Baca juga: Polemik Usai Terbitnya Buku Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang

Menurutnya, ketiga penulis buku Tumbal Vaksin Maut Jepang tersebut mampu bercerita dengan sangat baik, logis dan mudah dibaca.

Pembahasan buku dimulai dari membahas mengenai kampung halaman Prof. Mochtar dan asal-usul keluarga dan perjalanannya saat menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA hingga di Univresitas Amsterdam.

Tidak hanya itu, buku Tumbal Vaksin Maut Jepang tidak luput dari bahasan mengenai peran Prof. Mochtar pada awal kebangkitan nasional bersama dengan Soetomo.

"Mochtar ada disana bersama-sama dengan Soetomo dan sebagainya di STOVIA." pungkas Prof. Sangkot.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com