Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Jantung Perempuan Lebih Rentan Dibanding Pria, Ini Maksudnya

Kompas.com - 17/06/2021, 10:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Martha Schroff terkena serangan jantung tahun lalu. Padahal ia sering berolahraga, dan tidak pernah sakit berat. Dia tidak pernah menduga bisa terkena serangan jantung. Hingga sekarang, ia belum sembuh sepenuhnya.

"Saya hidup sehat. Tidak minum alkohol, tidak merokok. Semua persyaratan hidup sehat, saya penuhi. Karena saya tidak merasakan jantung sakit, saya sama sekali tidak menduga, bisa terserang," tutur Martha Schroff.

Serangan jantung bukan penyakit khas pria

Serangan jantung, biasanya dianggap penyakit khas pria. Anggapan ini tidak benar.

Perempuan yang tekanan darahnya tinggi, berisiko jauh lebih tinggi terkena serangan jantung. Mereka juga lebih sering meninggal karenanya.

Baca juga: Ahli Jelaskan Bagaimana Atlet Bisa Terkena Serangan Jantung

Ahi Kardiologi Catherine Gebhard ingin mengubah itu. Ia meneliti dan mengajarkan kedokteran gender dengan fokus pada jantung.

Menurut Gebhard, masalahnya, antara pria dan perempuan risetnya sangat tidak seimbang.

"Sebuah studi yang baru saja dipublikasikan, datanya 85 persen pria dan hanya 15 persen perempuan," kata Catherine Gebhard.

Konsekuensinya: akibat kurangnya data dan studi klinis, perempuan lebih sering terkena efek samping dibanding pria.

"Sekitar 1,5 sampai 2 kali lebih sering. Pedoman yang biasa kita gunakan, sebenarnya berlaku terutama untuk pria. Untuk perempuan tidak ada pedoman,"  tandas Catherine Gebhard.

Seperti Martha Schroff, banyak perempuan terlambat memberikan reaksi, karena mereka terlambat mengenali simtom. Tapi Martha Schroff sebenarnya masih beruntung.

Jantung perempuan lebih rentan terhadap stres

Dilihat dari ilmu kedokteran, ada perbedaan antara pria dan perempuan. Dalam hal jantung, itu bisa terlihat jelas. Misalnya: jantung perempuan menciut di usia lanjut, sementara jantung pria membesar sedikit.

Catherine Gebhard juga menduga, jantung perempuan lebih rentan terhadap stres. Dalam sebuah studi dengan masing-masing 32 perempuan dan pria di usia 50-70, ia meneliti bagaimana hubungan jantung dan otak.

Alat pindai hibrida yang canggih ini bisa mendeteksi semua organ lunak dan fungsinya. Jadi kerjasama antara jantung dan otak bisa diperiksa dengan mudah. Selama pemeriksaan, Gebhard menempatkan orang yang dites dalam situasi stres terus-menerus.

Gangguan pendarahan di jantung akibat stres

Dari tes yang dilakukan bisa dilihat, saat stress, pusat rasa takut di otak, yaitu Amigdala, jadi bagian yang dipenuhi substansi. Bagian itu tampak sangat aktif. Hasil pemindaian dari jantung juga menunjukkan hal yang bisa dicatat. Setelah stres, sebuah area dekat jantung mengalami ganguan peredaran darah.

"Itu semua menyebabkan perempuan lebih gampang cedera, misalnya jika terkena serangan jantung," tandas Catherine Gebhard.

Baca juga: Cara Mencegah Serangan Jantung Saat Berolahraga, Ini Saran Ahli

Jadi stres pada perempuan bisa menyebabkan penyakit jantung. Dengan studi itu, Gebhard ingin mengembangkan metode perawatan yang lebih baik bagi perempuan.

"Orang harus mengikutsertakan situasi stres dalam terapi, dan secara terarah menawarkan langkah untuk mengurangi stres bagi perempuan."

Martha Schroff masih merasa lemah sejak terkena serangan jantung. Apakah jantungnya akan sepenuhnya sembuh kembali, ia tidak tahu. Baginya, penelitian kedokteran gender pada jantung datang terlambat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com