Keadaan yang sama juga dialami oleh para pelajar migran yang tinggal di pesantren. Meskipun masih muncul pro dan kontra terkait dispensasi bagi santri, aturan yang sama juga berlaku bagi mereka untuk tidak melakukan perjalanan mudik lebaran.
Jumlah santri yang mondok di pesantren lintas kabupaten/kota, provinsi bahkan pulau memang cukup banyak.
Tim Resiliensi Keluarga - Pusat Penelitian Kependudukan LIPI yang melakukan penelitian di pesisir Demak pada Maret lalu menemukan, bahwa sebagian besar anak-anak usia SMP ke atas sudah dikirim ke pesantren oleh orangtuanya.
Umumnya, anak yang mondok baru pulang ke rumah orangtuanya saat Idul Fitri. Dengan adanya peraturan pemerintah terkait mudik lebaran, maka diperkirakan mereka tidak akan mudik. Terutama yang pesantrennya berada di luar kabupaten/kota maupun provinsi tempat asalnya.
Jalan menuju kampung halaman
Pada dasarnya, migran Indonesia merupakan bi-local population, walaupun telah meninggalkan daerah asalnya masih mempunyai keterikatan dengan tempat asal.
Faktor daerah asal, terutama keluarga, merupakan penarik utama para migran untuk kembali.
Apalagi, hari raya Idul Fitri merupakan momen sakral bagi umat muslim Indonesia dan terbudaya untuk mudik dan silaturahmi.
Mobilitas pelajar pada masa pandemi Covid-19 memang berpotensi menyebarkan virus ke daerah asal.
Apalagi perkembangan terakhir sudah ditemukan dua kasus mutasi Covid-19 dari India dan satu kasus varian Afrika Selatan di Bali.
Belajar dari peningkatan kasus akibat mobilitas di libur panjang yang lalu, mobilitas penduduk memang penting untuk dibatasi.
Baca juga: Kerumunan Pendukung Persija, Mengapa Banyak Orang Indonesia Tak Takut Tertular Covid-19?
Belum lagi perjalanan mudik lebaran akan menuju kampung halaman, serta pasti bertemu keluarga yang lebih tua dan memiliki risiko terpapar Covid-19 lebih tinggi. Risiko untuk menyebarkan virus di kampung halaman masih sangat tinggi.
Saat ini pemerintah hanya bisa memutus mobilitas antar wilayah pada kurun waktu larangan mudik. Namun, kepulangan para pelajar migran internal tidak dapat dihindari.
Apalagi pada masa pengetatan pra mudik syarat untuk melakukan perjalan relatif mudah, hanya dengan memiliki surat bebas Covid-19.
Pelonggaran terhadap pelajar internasional yang diperbolehkan mudik juga perlu diwaspadai, karena mereka masih berpotensi tertular selama perjalanan dan menjadi orang tanpa gejala.
Satu-satunya cara menekan penyebaran virus memang harus dilakukan pembatasan mobilitas, termasuk mobilitas di kawasan aglomerasi.
Selain itu, protokol kesehatan harus dipatuhi secara ketat, karena ruang-ruang perjumpaan di kampung halaman akan sangat sulit untuk dihindari.
Inayah Hidayati
Peneliti Bidang Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia