KOMPAS.com - Porang adalah jenis tanaman yang termasuk dalam famili Amorphophallus.
Ada sekitar 200 jenis Amorphophallus yang tersebar di seluruh dunia, 24 jenisnya ada di Indonesia.
Lantas, bagaimana asal mula pemanfaatan tanaman porang di Indonesia?
Baca juga: Perbedaan Porang, Iles-iles, Suweg, dan Walur, dari Ciri hingga Manfaatnya
Guru Besar sekaligus Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Edi Santosa, S.P, M.Si mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada bukti sejarah yang pasti mengenai pemanfaat tanaman porang oleh masyarakat Indonesia.
Namun, menurut beberapa referensi dibacanya, porang pada awalnya merupakan tanaman hutan. Porang tidak pernah dibudidayakan jadi bahan pangan.
Diketahui, pemanfaatan porang atau iles-iles ini sudah dimulai sejak masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Sebelumnya, Jepang telah membudidayakan jenis Amorphophallus lainnya, tepatnya A. Konjac di negaranya.
Saat menjajah Indonesia, Jepang menemukan porang (A. muelleri) di Indonesia.
Karena mirip dengan A. Konjac, Jepang memanfaatkan porang sebagai logistik pangan selama menduduki Indonesia. Saat itu petani Indonesia belum tahu manfaat porang.
“Paling banyak yang dibawa itu adalah porang (iles-iles atau A. muelleri) dan acung (Walur atau A. Variabilis)," kata Edi kepada Kompas.com, Sabtu (4/4/2021).
Saat itu Jepang memanfaatkan kedua tanaman ini untuk logistik perang, terutama untuk sumber makanan.
"Sayangnya, catatan sejarah kita terputus. Catatan yang ada itu masyarakat kita dulu sudah mengonsumsi porang, tetapi belum diketahui sejak kapannya,” jelasnya.
Ia menjelaskan, tanaman porang mulai intensif dibudidayakan sejak tahun 1980-an.
Saat itu, Perhutani mengintroduksi porang atau iles-iles ke Cepu. Tanaman porang tersebut ditanam di bawah tegakan tanaman jati.
Maksudnya, tanaman porang dapat ditanam di mana saja. Asalkan tanahnya gembur, tidak terlampau basah, tidak terlalu kering, dan tidak terkontaminasi infeksi.