Upaya evaluasi, kata Ilham, terutama bisa dimulai dengan memperbaiki pola komunikasi publik yang lebih inklusif dan jujur kepada masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi, kemudian diperkuat dengan data yang terbuka.
"Kejujuran dan transparansi, saya pandang punya peran yang signifikan untuk mempersempit gap ketidakpastian dalam penanganan pandemi terkait, 'Kapan Indonesia mampu mengendalikan pandemi?, Sampai kapan pandemi berakhir?'," ungkap Ilham.
Pentingnya sinkronisasi sistem kesehatan nasional, terutama terkait data Covid-19 pada level daerah dan nasional, juga ditekankan Ilham.
Sebab, dengan diperkuatnya sinkronisasi data sistem informasi kesehatan, maka memungkinkan pengambilan kebijakan yang lebih terukur, kata Ilham.
Baca juga: WHO: Tahun Kedua Pandemi Covid-19 Bisa Lebih Buruk, Ini Sebabnya
"Masih banyak data yang dihimpun dari daerah, belum dirilis oleh pemerintah pusat, sehingga kita seperti menangani pandemi (seolah) dengan 'peta buta'. Tidak ada data yang eligible yang bisa dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan," jelas Ilham.
Lebih lanjut dosen di Departemen Kebijakan dan Administrasi Kesehatan Universitas Airlangga, Surabaya ini menilai selama setahun pandemi virus corona, selain respons awal yang gagal, pemerintah kurang optimal memanfaatkan modal sosial.
Kerjasama dengan koordinasi yang bagus, kata Ilham, dapat mulai dilakukan saat ini. Sebagai contoh, dia menerangkan, Indonesia memiliki struktur sosial yang terlembaga mulai dari RT, RW, Posyandu, Posbindu, organisasi masyarakat dan lain sebagainya.
"Jika (struktur sosial) ini terkelola dan terkoordinasi baik dengan bantuan pemimpin daerah, maka akan mempermudah penanganan pandemi," imbuhnya.
Baca juga: Kilas Balik Setahun Covid-19 di Indonesia, Pengumuman hingga Vaksinasi