Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Letusan Gunung Berapi Awal Zaman Kapur Picu Pengasaman Laut

Kompas.com - 18/01/2021, 19:28 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com- Sekitar 120 juta tahun yang lalu, letusan gunung berapi yang dahsyat memicu pengasaman laut. Pada era Cretaceous atau zaman kapur itu, Bumi mengalami gangguan lingkungan yang ekstrim.

Hal ini berdasarkan studi baru yang dilakukan para ilmuwan di Northwestern Earth dan telah diterbitkan dalam jurnal Geology.

Dikutip dari Science Daily, Senin (18/1/2021), letusan gunung berapi besar Ontong Java Plateau telah menyebabkan peristiwa anoksik samudra pada 127 hingga 100 juta tahun yang lalu.

Fenomena itu dikenal sebagai peristiwa anoksik samudra (OAE), yakni kekurangan air dan oksigen yang menyebabkan kepunahan massal kecil, tetapi signifikan, yang memengaruhi seluruh dunia.

Selama zaman ini pada awal Zaman Kapur, seluruh keluarga nannoplankton yang menguni laut hampir menghilang.

Baca juga: Bagaimana Para Ahli Bisa Tahu Gunung Berapi Akan Meletus?

 

Untuk memperkuat hipotesa tentang peristiwa tersebut, para ilmuwan mengukur kelimpahan kalsium dan isotop strontium dalam fosil nannoplankton.

Berdasarkan analisis itu, ilmuwan menyimpulkan bahwa letusan besar gunung berapi large igneous province (LIP) di wilayah Ontong Java Plateau secara langsung memicu oceanic anoxic event (OAE) atau peristiwa anoksik samudera.

Pengasaman samudera itu kira-kira seukuran Alaska. Gunung berapi Ontong Java LIP meletus selama tujuh juta tahun, menjadikannya salah satu peristiwa LIP terbesar yang pernah diketahui.

Baca juga: Letusan Gunung Berapi Jadi Pemicu Kepunahan Massal 450 Juta Tahun Lalu

 

Memahami periode rumah kaca di masa depan

Selama periode ini, gunung berapi tersebut telah memuntahkan berton-ton karbon dioksida (CO2) ke atmosfer, mendorong Bumi memasuki periode rumah kaca yang mengasamkan air laut dan mematikan lautan.

"Kami kembali ke masa lalu untuk mempelajari periode rumah kaca karena Bumi sedang menuju periode yang sama di masa sekarang," kata Jiuyuan Wang, Ph.D. mahasiswa dan penulis pertama studi.

"Satu-satunya cara untuk melihat ke masa depan adalah dengan memahami masa lalu," imbuh dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com