Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Alam Semesta: Bagaimana Aurora Si Cahaya Warni-warni Menari Terjadi?

Kompas.com - 27/11/2020, 10:00 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Meskipun tidak terjadi di langit Indonesia, tetapi fenomena langit aurora merupakan hal yang menarik untuk diamati karena keindahan cahaya berwarna-warninya tampak seolah sedang menari-nari.

Peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Fitri Nuraeni dalam tulisan resminya di edukasi sains Lapan mengatakan aurora sering muncul di daerah kutub dan lintang tinggi.

Aurora yang terlihat di lingkar kutub utara disebut aurora borealis dan di lingkar kutub selatan disebut aurora australis.

Lantas, bagaimana aurora terjadi?

Baca juga: Aurora Muncul saat Titanic Tenggelam, Benarkah Penyebab Karamnya Kapal?

 

Dijelaskan Nuraeni bahwa aurora itu terjadi karena atmosfer Bumi berinteraksi dengan partikel bermuatan yang dipancarkan dari Matahari.

Pada saat aktivitas Matahari meningkat, partikel bermuatan dari Matahari dapat memasuki magnetosfer dan memengaruhi sistem arus di dalamnya.

Alhasil, kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya badai geomagnet dan gangguan pada ionosfer.

Baca juga: Usai 1.400 Tahun, Misteri Aurora Merah Akhirnya Terpecahkan

 

Kemudian partikel bermuatan yang memasuki atmosfer Bumi ini berinteraksi dengan partikel ionosfer, sehingga menghasilkan pendaran cahaya yang berwarna seperti hijau, biru, ungu dan merah, yang selanjutnya disebut aurora.

"Warna-warni aurora disebabkan oleh komposisi atmosfer atas yang terdiri dari berbagai macam atom dan molekul seperti Oksigen dan Nutrogen," jelas Nuraeni.

Ia juga mengatakan, warna aurora yang sering muncul adalah hijau. Sebab, partikel Matahari pada umumnya bertumbukan dengan atmosfer atas pada ketinggian 90 hingga 130 km, di mana terdapat konsentrasi oksigen yang tinggi.

Aurora Selatan/Australis di Langit Queenstown, Selandia Baru.Shutterstock Aurora Selatan/Australis di Langit Queenstown, Selandia Baru.

"Sehingga akan membangkitkan aurora dengan gradasi warna hijau," ujarnya.

Sementara itu, ada warna lain yang jarang tampak pada fenomena aurora di langit yaitu warna biru dan ungu.

Kedua warna ini tidak terlalu sering terlihat karena hanya akan muncul ketika aktivitas Matahari tinggi, serta terjadi pada ketinggian kurang dari 90 km, saat partikel Matahari bertumbukan dengan nitrogen.

Selain itu, warna merah juga tidak terlalu sering tampak. Nuraeni berkata, kemunculan warna merah disebabkan oleh tumbukan partikel dari Matahari dengan oksigen pada ketinggian di atas 240 km.

Baca juga: Pengamat Amatir Finlandia Temukan Aurora Jenis Baru, Namanya The Dunes

Aurora tidak pernah terjadi di Indonesia

Koordinator Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengatakan fenomena cahaya warna-warni cantik yang tampak menari di langit ini tidak pernah terjadi dan tidak bisa dilihat dari Indonesia.

Hal ini dikarenakan, berdasarkan koordinat geomagnetnya, Indonesia terletak di daerah lintang rendah, kecuali ada fenomena sangat ekstrim di Matahari yang melontarkan partikel bermuatan yang sangat kuat.

Selain itu juga, kemungkinan aurora terjadi di Indonesia ketika partikel bermuatan itu menyebabkan gangguan yang bisa mencapai Bumi, dan gangguan yang ditimbulkannya di Bumi sangat besar hingga dapat menjangkau daerah lintang rendah.

Emanuel menjelaskan, fenomena aurora ini dapat terlihat ke daerah lintang rendah, tercatat sampai bisa diamati di Hawaii dan selatan Jepang, terjadi pada tahun 1859 yang dikenal sebagai The Carrington Event.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com