"Saya kira supply fluida (dari Gunung Sinabung) berlangsung secara menerus. Namun, tidak sebesar Merapi dan Kelud," kata dia.
Supply fluida terdiri dari magma, uap, gas, atau campuran dari ketiganya.
Kendati supply fluida terjadi secara terus menerus, sistem Gunung Sinabung sudah terbuka sejak 2014, di mana ditenggarai dengan pembentukan kubah lava.
"Supply fluida tidak cukup lama tersimpan, namun digunakan untuk pembentukan kubah lava atau letusan," tuturnya.
Surono dan tim penelitinya, pernah melihat erupsi Gunung Sinabung dalam periode tahun 2015-2017 dengan menggunakan tipe Merapi yaitu guguran kubah lava diikuti awan panas guguran.
Baca juga: Gunung Sinabung Meletus Lagi, Ini 3 Rekomendasi untuk Warga Sekitar
Pada umumnya, semua gunung api di manapun di dunia ini bila terjadi pembentukan kubah lava dan saat kubah lava tersebut gugur diikuti awan panas guguran, itulah yang disebut erupsi tipe Merapi.
"Semoga supply fluida (magma) di Gunung Sinabung rajin digunakan untuk membentuk kubah lava, bila kubah lava yang masih labil gugur, terjadi awan panas guguran, tapi jarak luncur awan panas kurang dari 7 kilometer," jelasnya.
Dengan kata lain, meskipun supply fluida ini terjadi secara terus-menerus, tetapi dibentuk menjadi kubah lava. Maka, ini yang membuat cenderung potensi letusan besar Sinabung tidak terjadi seperti Gunung Merapi dan Gunung Kelud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.