KOMPAS.com - Hewan asal Australia bernama Setan Tasmania tengah berjuang dari kepunahan. Bukan karena perburuan tetapi virus yang menyerang populasi mereka.
Virus yang menyebar melalui gigitan ini menyebabkan penyakit tumor wajah setan (DFTD).
Peneliti pun berlomba untuk menyelamatkan Setan Tasmania dari virus mematikan tersebut.
Kabar baiknya adalah peneliti dari Washington State University dan Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle menemukan harapan bagi kelangsungan hidup Setan Tasmania.
Tak hanya itu saja, peneliti menyebut temuan mereka mampu memberikan harapan bagi terapi pengobatan kanker pada manusia.
Baca juga: Susu Setan Tasmania Berpotensi Taklukkan Mikroba Super yang Mengancam Manusia
Seperti dikutip dari IFL Science, Minggu (9/8/2020) para peneliti mempelajari genom dari penyakit tumor wajah setan (DFTD) pada beberapa hewan yang terkena penyakit.
Dari pengamatan, peneliti menemukan DFTD secara spontan bisa membaik tanpa pengobatan.
Pasalnya, ada satu mutasi genetik yang dapat memperlambat pertumbuhan penyakit mematikan ini pada Setan Tasmania.
Perlambatan pertumbuhan tumor ini juga bukan karena ada suatu gen yang ditekan, melainkan disebabkan adanya gen yang sedang aktif.
Peneliti pun menyebut perilaku sel kanker di laboratorium dan mutasi genetik tunggal yang menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan DFTD ini sebagai adaptasi baru antara kanker dengan inangnya.
Temuan ini tentu menjadi harapan bagi Setan Tasmania yang populasinya hampir punah.
Namun, para peneliti juga berpikir kalau temuan pada Setan Tasmania tersebut dapat pula memberikan kemungkinan untuk pengobatan baru bagi kanker manusia.
Baca juga: Seperti Manusia dan Hewan, Dinosaurus Juga Bisa Mengidap Kanker Ganas
Para peneliti berharap manipulasi gen dapat mengelabuhi tumor pada manusia dan memberikan jalan pengobatan yang jauh lebih aman dibandingkan dengan obat sitotoksik dan operasi kompleks.
"Temuan menjanjikan untuk membantu menyelamatkan Setan Tasmania yang tersisa di dunia tapi juga suatu hari dapat berdampak pada kesehatan manusia," papar Andrew Storfer, peneliti dari Washington State University.
Penelitian dipublikasikan di jurnal Genetics.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.