Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu di Siberia Lebih Panas 10 Derajat Celsius pada Mei 2020

Kompas.com - 09/06/2020, 11:03 WIB
Yohana Artha Uly,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Suhu di Siberia lebih panas 10 derajat celsius di atas rata-rata pada Mei 2020. Padahal, Siberia merupakan rumah bagi sebagian besar lapisan es di Bumi.

Menurut laporan Layanan Perubahan Iklim Copernicus (Copernicus Climate Change Service/C3S) yang dimiliki oleh Uni Eropa, kenaikan suhu di Siberia sejalan dengan suhu global yang mengalami rekor terpanas di bulan Mei 2020.

Melansir Science Alert, Minggu (7/6/2020), C3S menyebut suhu global pada Mei 2020 lebih hangat 0,63 derajat celsius daripada rata-rata suhu bulan Mei pada 1981-2010.

Peningkatan suhu ini terjadi di seluruh bagian Alaska, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, serta beberapa wilayah Afrika dan Antartika.

Baca juga: Fenomena Suhu Udara Panas di Jakarta, Ini Penjelasan Ahli

Selain itu, pada Siberia Barat suhu juga terasa lebih hangat dalam beberapa bulan terakhir. C3S mengatakan ada suhu yang 'sangat anomali' di Siberia sepanjang Maret-Mei 2020.

Suhu bulan Mei di Siberia menghangat mencapai 10 derajat Celsius di atas rata-rata suhu pada tahun 1981-2010. Ini terjadi di sungai terbesar di Siberia yakni Sungai Ob dan Yenisei, seiring dengan lapisan es yang mulai mencair di sungai-sungai itu.

Gelombang panas di Siberia dan Alaska yang berada di Lingkar Arktik atau Lingkar Kutub Utara telah memberikan 'alarm khusus' bagi wilayah-wilayah yang rentan dilanda kebakaran hutan besar.

Artinya, suhu di wilayah lain dapat mengalami peningkatan. C3S memperingatkan, bahwa suhu yang panas bisa memicu terjadinya kebakaran hutan akibat panas dari lapisan dalam tanah.

Peningkatan Suhu Global

Secara keseluruhan, suhu global telah meningkat lebih dari 1 derajat celsius sejak abad ke-19, sebagian besar didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil.

Adapun di wilayah Arktik, suhu rata-rata telah naik dua derajat celcius sejak pertengahan abad ke-19, hampir dua kali lipat suhu rata-rata global.

Alhasil, kondisi ini telah mempercepat pencairan lapisan es dengan tebal berkilo-kilometer yang menutupi Greenland. Sebanyak 600 miliar ton es telah mencair selama musim panas tahun 2019, menyumbang 40 persen kenaikan permukaan air laut.

Di sisi lain, hutan Rusia dan Kanada memiliki lapisan tanah es atau ibun abadi (permafrost) yang mengandung 1,5 triliun ton karbon dioksida. Ini setara 40 kali emisi tahunan saat ini.

Baca juga: Tiga Aktivitas Manusia yang Berpotensi Mengurangi Pemanasan Global

Pencairan permafrost tentu bukan hal yang baik, karena dapat mempercepat terjadinya pemanasan global. Ketika permafrost mencair maka akan melepaskan karbon dioksida, gas yang memiliki efek rumah kaca.

Perjanjian Paris 2015 yang diikuti sekitar 200 negara di dunia, menyepakati ambang batas maksimal kenaikan temperatur 2 derajat celsius, jika memungkinkan 1,5 derajat celsius.

Sedangkan suhu rata-rata global menunjukkan peningkatan mendekati 1,3 derajat celsius dalam dua belas bulan terakhir, berada di atas tingkat pra-industri.

PBB menyebut agar peningkatan suhu global tetap berada di bawah batas 1,5 derajat celsius maka manusia perlu mengurangi emisi sebesar 7,6 persen setiap tahunnya selama dekade mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com