Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)

Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) adalah organ departementasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan–kebijakan Nahdlatul Ulama dalam ranah falakiyah, yaitu ilmu astronomi yang ditujukan bagi pelaksanaan aspek–aspek ibadah Umat Islam. LFNU ada di tingkat pusat (PBNU), propinsi (PWNU) hingga kabupaten / kota (PCNU). Lembaga Falakiyah PBNU berkedudukan di Gedung PBNU lantai 4, Jl. Kramat Raya no. 164 Jakarta Pusat.

Idul Fitri dan Kalender Hijriyyah Unifikasi

Kompas.com - 23/05/2020, 17:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Secara umum, perbedaan itu juga terjadi secara global. Bedanya jika di mancanegara perbedaan terjadi secara eksternal (antar–negara) maka di Indonesia perbedaan terjadi pada ranah internal (antar organisasi kemasyarakatan Islam dan komunitas).

Jika dipetakan maka terdapat tiga metode yang membuat antar komunitas bisa saling berbeda.

Pertama, metode rukyatul hilal yang didukung hisab.

Kedua, metode hisab murni yang masih terbagi lagi ke dalam dua kelompok, yakni kelompok yang berdasar kriteria wujudul hilal dan kelompok yang berasas kriteria imkanurrukyat.

Ketiga, berbagai metode ‘urfi seperti Aboge / Asapon dalam kalender Jawa Islam, al–Khumusiyah pada tarekat tertentu (terutama di Sumatera Barat), observasi pasang surut (yang dipraktikkan komunitas an–Nadzir di Sulawesi Selatan) dan lain–lain. Metode ketiga ini terbilang minoritas dibanding yang lain.

Jalan Menuju Penyatuan

Upaya untuk mengatasi masalah ini sudah digerakkan secara berkesinambungan selama sekitar setengah abad terakhir dengan asa guna mendapatkan pandangan fikih–kolektif.

Berbagai pertemuan untuk itu telah digelar. Misalnya pada Pertemuan Ulama Komisi Fatwa MUI dan Ormas Islam se–Indonesia di Jakarta pada Desember 2003. Salah satu keputusannya adalah penentuan awal Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah didasarkan pada rukyatul hilal dan hisab.

Keputusan ini kemudian diformalkan Komisi Fatwa MUI dan melahirkan Fatwa MUI no. 2 tahun 2004 yang menyatakan:

Pertama, Menteri Agama RI dalam sidang itsbat untuk menentukan awal Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah wajib berdasarkan pada rukyatul hilal dan hisab. Kedua, Menteri Agama RI harus berkonsultasi kepada ormas–ormas Islam. Dan ketiga, keputusan sidang itsbat berlaku untuk satu wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rukyatul hilal dan hisab yang menjadi dasar bagi sidang itsbat harus memenuhi kriteria imkanurrukyat sebagai kesepakatan–kolektif yang mengandung parameter tinggi hilal minimal 2º dan (umur Bulan minimal 8 jam atau elongasi Bulan–Matahari minimal 3º).

Di tingkat global juga terus bergulir upaya–upaya unifikasi. The International Hijri Calendar Unity Congress telah terselenggara di Istanbul (Turki) pada 28–30 Mei 2016 yang diikuti utusan masyarakat madani dari 50 negara. Dalam kongres ini suara terbanyak mengukuhkan keputusan pertemuan–pertemuan sebelumnya yang bertumpu pada rukyatul hilal.

Usulan Kalender Hijriyyah tunggal dibangun dengan awal bulan Hijriyyah berdasarkan rukyatul hilal yang digelar di manapun di dunia sebelum pukul 00:00 GMT telah memenuhi tinggi minimal 5º dan elongasi Bulan–Matahari minimal 8º serta konjungsi Bulan–Matahari di Selandia Baru terjadi sebelum fajar.

Secara regional, juga telah terselenggara Muzakarah MABIMS 2016 sebagai forum pertemuan semi–resmi negara–negara berpenduduk Muslim di Asia Tenggara yang mencakup Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura.

Muzakarah diselenggarakan di Negeri Sembilan (Malaysia) pada 2–4 Agustus 2016 yang membahas usulan kriteria imkanurrukyat baru yang lebih berterima secara ilmiah dan menjadi perbaikan terhadap kriteria sebelumnya. Usulan kriteria baru tersebut masih ditunda implementasinya di negara–negara anggota.

Dengan segala upaya tersebut, Nahdlatul Ulama melalui Lembaga Falakiyah PBNU masih mengkaji setiap usulan secara komprehensif.

Secara resmi, Nahdlatul Ulama berpedoman penentuan awal bulan kalender Hijriyyah didasarkan rukyatul hilal. Keputusan tersebut ditetapkan dalam muktamar. Sehingga berdasarkan tata tertib organisasi, maka upaya peninjauan terhadapnya pun hanya bisa digelar dalam forum yang setara.

Salah satu yang sudah dikaji adalah simulasi awal bulan kalender Hijriyyah global selama 52 tahun Hijriyyah ke depan (1436 H hingga 1487 H). Simulasi yang dibatasi pada awal Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah bertujuan melihat proporsi perbedaan penentuan awal bulan kalender Hijriyyah produk Kongres Turki dengan realitas Indonesia berbasis kriteria imkanurrukyat.

Hasilnya, terdapat 65 potensi perbedaan karena dalam semua kasus tersebut tinggi hilal di Indonesia kurang dari 2º. Separuh di antaranya terjadi kala Bulan terbenam lebih dulu dibanding Matahari atau ijtimak belum terjadi pada saat Matahari terbenam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com