Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus ABK Indonesia, Bagaimana Mengatasi Perbudakan di Kapal Asing?

Kompas.com - 08/05/2020, 09:02 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com - Kematian empat orang Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan berbendera China tengah menjadi sorotan pemberitaan media di Korea Selatan.

Dalam video yang diberitakan, tiga orang ABK meninggal dunia di kapal, kemudian dilarung ke laut. Sementara itu, satu ABK lainnya meninggal dunia di rumah sakit.

Kepada BBC News Indonesia, lima orang ABK Indonesia lainnya yang bekerja di kapal China Long Xing 629 bercerita mengenai pengalaman mereka bekerja di kapal tersebut. Mulai dari tidur hanya tiga jam, makan umpan ikan, sampai minum sulingan air laut.

Baca juga: Nelayan Indonesia Masih Menjadi Budak di Tanah Air Sendiri

Video itu disebut sebagai bukti pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap ABK Indonesia.

Perbudakan dalam industri perikanan

Peneliti Antropologi Maritim dari Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI, Dr Dedi Supriadi Adhuri, menyebutkan perbudakan adalah masalah konkrit yang telah lama mengakar dalam industri perikanan.

“Antara lain human trafficking lewat percaloan. Kemudian perlakuan terhadap ABK di kapal, kerja overtime, seringkali tidak dibayar. Fisik yang terkuras dan kurangnya makanan. Semuanya masuk dalam masalah slavery dalam sektor perikanan,” paparnya.

Pada 2016, International Organization for Migration (IOM) beserta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Conventry University membuat laporan yang menujukkan kasus human trafficking dan kriminalitas dalam industri perikanan Indonesia.

Baca juga: Kisah ABK Indonesia di Kapal China, Tidur Hanya 3 Jam dan Makan Umpan Ikan

Dalam laporan tersebut, ditulis bahwa human trafficking dalam industri perikanan pada umumnya terbagi menjadi dua konteks. Pertama adalah konteks perdagangan manusia secara personal (nelayan dan pekerja migran) untuk tujuan eksploitasi tenaga kerja baik di pesisir maupun laut.

Konteks kedua adalah perdagangan manusia secara massal (wanita dan anak-anak) untuk eksploitasi seksual oleh para awak kapal.

Para Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia menceritakan pengalaman mereka selama berada di kapal China.KFEM via BBC Para Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia menceritakan pengalaman mereka selama berada di kapal China.

Laporan yang sama menyebutkan para korban perdagangan manusia dalam industri perikanan mengalami beban kerja yang belebihan dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Hal itu mencakup tempat tidur yang berdempetan terkadang tanpa kasur, fasilitas memasak yang tidak higienis, dan bahan pangan yang terbatas. Hasilnya, banyak ABK yang jatuh sakit dan mengalami malnutrisi akut akibat kombinasi kekurangan nutrisi dan jam kerja yang berlebihan.

Langkah strategis

Dedi menyebutkan masalah perbudakan dan perdagangan manusia dalam sektor industri perikanan bukanlah hal baru. Pemerintah dinilai masih kurang dalam mengawasi ABK, baik di dalam maupun luar negeri.

Oleh karena itu, Dedi menyebutkan beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan terkait hal ini.

“Pertama adalah penguatan perlindungan dalam bentuk peraturan. Selain Undang-undang Ketenagakerjaan, harus ada peraturan yang kuat dan menaungi seluruh ABK,” tutur ia.

Baca juga: Kronologi 4 Kematian ABK Indonesia di Kapal Ikan China Menurut Menlu

Kebijakan terkait perlindungan ABK tersebut, lanjut ia, kemudian harus dimonitor dengan baik. Para ABK harus bisa melaporkan tentang kondisi pelayaran mereka.

“Terakhir adalah penguatan asosiasi pekerja kapal dan perikanan. Asosiasi tersebut sudah ada, tapi belum terlalu kuat sehingga kepentingan mereka belum terdengar,” papar ia.

Dedi menilai perlu adanya hotline untuk para ABK melapor tentang kondisi pelayaran mereka.

“Jadi kalau ada apa-apa, mereka bisa menghubungi hotline tersebut untuk meminta bantuan,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com