KOMPAS.com - Sebagai upaya perlindungan dan menjaga kelestarian alam, anak sekolah dasar (SD) dijadikan sasaran edukasi lingkungan di wilayah konservasi Taman Nasional Wakatobi.
SD Negeri Kulati, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara telah menerapkan program pengajaran melalui alat peraga untuk memberikan pengetahuan tentang kelestarian lingkungan dan alam.
Salah satu Guru di SD Negeri Kulati, Taharuddin, berkata bahwa memasukkan edukasi lingkungan di mata pelajaran siswa kelas 4,5 dan 6 telah dilakukan sejak tahun 2014.
Akan tetapi, awalnya pemberian materi kepedulian terhadap lingkungan itu tidak menarik dan tidak mudah ditangkap oleh siswa-siswanya.
Baca juga: Kajian Sampah Pesisir Huntete Wakatobi, Banyak dari Negara Tetangga
"Kalau sekarang, kita juga dapat bantuan program edukasi lingkungan, dan itu teknisnya pakai alat peraga, jadi lebih menarik bagi siswa," kata Taha di Desa Kulati-Wakatobi, Sabtu (29/2/2020).
Bantuan program edukasi lingkungan bagi siswa SD Negeri Kulati itu diberikan oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dan berupa pendampingan kelola sistem program edukasi lingkungan serta training pengajaran konservasi lingkungan yang sesuai untuk anak-anak SD.
Disampaikan oleh Stakeholder Engagement Coordinator YKAN, La Ode Arifudin, bantuan program edukasi lingkungan siswa SD Negeri Kulati tersebut telah dimulai sejak tahun 2018.
Harapannya, anak-anak akan sadar sejak dini betapa pentingnya menjaga ekosistem dan lingkungan dari bahaya kerusakan akibat sampah, terutama sampah plastik yang tidak mudah teruraikan dan mengancam ekosistem tempat mereka tinggal.
"Sasarannya adalah penyadartahuan para siswa," kata Arif.
Baca juga: Ini Cara Pemerintah Atasi Masalah Sampah di Taman Nasional Wakatobi
Taha mempraktikkan bagaimana ia mengajarkan edukasi lingkungan.
Di depan kelas, ada sebuah papan dengan gambar nuansa alam, yaitu pesisir dan lautan. Sementara di meja guru depan kelas, ia menaruh beragam gambar hewan laut dan juga sampah yang ada perekat di belakangnya.
Siswa dari kelas 4, 5 dan 6 dikumpulkan dalam satu ruangan dengan jumlah sekitar 30 orang.
Setelahnya, dia menjelaskan bagaimana cara bermain dengan alat peraga yang telah ada di kelas itu.
Para siswa diminta mengambil benda peraga di meja guru dan menempelnya di papan bergambar, disesuaikan dengan tempatnya.