Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral Kabar Pegawai KPI Pusat Alami Pelecehan Seksual di Kantor, Ini Efeknya Menurut Ahli

Pegawai pria berinisial MS ini, akhirnya memberanikan diri membuka suara dan menceritakan kisahnya dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo.

Korban mengaku dirinya mengalami perlakuan buruk tersebut sejak tahun 2012. Puncaknya adalah pada tahun 2015, ketika korban dilecehkan ramai-ramai oleh para pelaku yang juga pria.

"Tolong Pak Joko Widodo, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI, saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka," tulis korban membuka surat terbuka itu.

Selain pelecehan seksual, korban juga mengaku dirinya pernah dipukul, dimaki, dan diperlakukan seperti pesuruh.

Perlakuan buruk tersebut membuat korban merasa stres dan terhina, hingga akhirnya mengalami penurunan fungsi tubuh. Akibatnya, korban didiagnosa hipersekresi cairan lambung dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Apalagi, sebelumnya ia sempat melapor pada polisi dan atasan di kantornya, namun tak mendapatkan penanganan serius.

Pelecehan seksual tak bisa dianggap sepele dan diabaiakan. Pasalnya, pelecehan seksual dapat mendatangkan malapetaka pada korban. Bukan hanya dapat mengganggu kesehatan mental, tetapi juga menyebabkan sakit fisik.

Para korban pelecehan seksual seringkali menderita kerugian emosional dan psikologis, termasuk stres, depresi, dan kecemasan. Mereka juga mengalami penurunan kepercayaan diri dan harga diri.

Colleen Cullen, seorang psikolog klinis berlisensi di Columbia University Medical Center mengatakan, bahwa bagi korban pelecehan seksual, diagnosis yang paling umum adalah depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD).

"Pengalaman (dengan pelecehan seksual) dapat memicu gejala depresi dan kecemasan yang baru bagi orang tersebut; atau dapat memperburuk kondisi sebelumnya yang mungkin telah diselesaikan. Pasien juga dapat mengalami gejala yang memburuk," kata Dr. Cullen.

"Beberapa penelitian telah menemukan, bahwa pelecehan seksual yang terjadi di awal karier seseorang khususnya, dapat (menyebabkan) gejala depresi jangka panjang," imbuh Dr. Cullen.

Seseorang yang mengalami pelecehan seksual juga dapat menunjukkan gejala PTSD, terutama jika pelecehan tersebut mengarah pada kekerasan dan/atau penyerangan.

Dikatakan Dr. Helen Wilson, psikolog klinis berlisensi dengan keahlian tentang efek trauma, gejala stress akut akibat pelecehan seksual pada sebagian orang bisa menghilang seiring waktu dengan dukungan sosial dan strategi penanggulangan.

Namun, sebagian orang lainnya mersa sangat tertekan hingga benar-benar mengganggu pekerjaan dan kehidupan mereka.

Reaksi Tubuh

Dr. Nekeshia Hammond, seorang psikolog berlisensi mengungkapkan, jika ada yang berpikir rasanya terlalu dramatis menganggap pelecehan seksual begitu berbahaya, maka itu pemikiran yang sangat bermasalah.

Bukan hanya karena mengabaikan korban dan ilmu kedokteran, tapi juga melumpuhkan apa yang dihadapi korban pelecehan seksual.

“Terkadang pelecehan seksual tercatat sebagai trauma, dan sulit bagi pasien untuk menghadapinya, jadi yang sebenarnya terjadi adalah tubuh mulai kewalahan,” kata Dr. Hammond.

“Kami menyebutnya somatisasi, di mana kesehatan mental menjadi begitu luar biasa sehingga seseorang tidak dapat memprosesnya sampai mengatakan 'Saya telah trauma' atau 'Saya depresi.' Dan ini bisa berubah menjadi gejala fisik,” jelasnya.

Gejala fisik ini dapat bermanifestasi sebagai nyeri otot, sakit kepala, atau bahkan masalah kesehatan fisik kronis, seperti tekanan darah tinggi dan masalah gula darah.

"Dalam jangka panjang, hal itu tentu bisa menyebabkan masalah jantung," kata Hammond.

Seseorang tidak perlu kaget atau menyangkal untuk mengalami efek fisik ini. Ini karena otak dan tubuh terkait erat.

"Bagian otak kita yang memproses emosi, termasuk stres, termasuk yang paling awal berkembang, dan berada tepat di sebelah batang otak, yang berhubungan dengan fungsi tak sadar, seperti detak jantung dan pernapasan," kata Wilson.

Maka ketika stress, itu dapat mempengaruhi fungsi kardiovaskular, penyakit autoimun, fungsi metabolisme, dan sebagainya.

Menurut Wilson, stress memang ada di kepala, tapi otak kita adalah organ seperti yang lain. Semuanya sangat terhubung. Neurotransmiter yang ditemukan di otak juga ditemukan di usus.

“Ini adalah hal yang nyata. Inilah mengapa kita cenderung sakit ketika kita stres, dan seiring waktu, jika kita terus-menerus stres, maka ada konsekuensi fisiologis,” ujarnya.

Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Pelecehan seksual dalam keadaan apa pun dapat mendatangkan malapetaka pada kesehatan korban, tapi pelecehan di tempat kerja adalah jenis yang terburuk.

Nannina Angioni, seorang pengacara tenaga kerja dan hukum ketenagakerjaan yang telah menangani ratusan kasus pelecehan seksual menggambarkannya sebagai "ular yang merayap di lingkungan kerja yang membawa malapetaka."

"Karyawan merasa ada ‘lubang’ di perut mereka saat pergi bekerja, mengalami kecemasan, serangan panik, tangisan yang tidak dapat dijelaskan dan manifestasi fisik dari stress, seperti rambut rontok, gatal-gatal, penambahan atau penurunan berat badan, sulit tidur, dan lesu," kata Angioni.

Dr. Cullen menambahkan, bahwa perasaan malu atau bersalah yang mungkin dirasakan seseorang ketika dilecehkan secara seksual di tempat kerja, dapat merusak harga diri mereka sebagai pribadi dan seorang profesional.

“Jika ini terjadi di awal karier, mereka mungkin akan bertanya-tanya, ‘Apakah seperti ini bekerja di bidang ini?’ Jika mereka tak memiliki pembanding, mereka mungkin tak akan tahu apa yang normal dan yang tidak,” kata Cullen.

Inilah mengapa, pelecehan seksual di awal karier seseorang dapat memiliki efek kesehatan mental jangka panjang.

Seorang korban pelecehan seksual mungkin pada akhirnya ingin berbicara menentang pelakunya, tetapi penting bagi orang lain yang menyaksikan untuk berbicara juga, bahkan di depan korban.

Jika Anda tahu sesuatu, katakan sesuatu. Tetapi Angioni menekankan untuk tidak bergosip—itu hanya akan memperbesar masalah dan semakin membahayakan korban.

“Jika Anda berpikir sesuatu sedang terjadi, jangan membicarakannya di belakang. Bicara dengan seseorang di manajemen, akan membantu tanpa membuat masalah lebih lanjut. Jika tidak ada orang HR, cari supervisor yang terpercaya.”

Bagi korban pelecehan seksual, berbicara mungkin menantang, dan dalam beberapa kasus mereka mungkin benar-benar tidak mau atau tidak mampu melakukannya.

Jika Anda merasa terancam dan merasa belum waktunya untuk bicara, Dr. Hammond merekomendasikan untuk segera berkonsultasi dengan professional kesehatan mental untuk mendapatkan perawatan.

“Tapi, jika Anda dilecehkan secara seksual, Anda tidak boleh merahasiakan itu. Akan sangat berbahaya bagi kesehatan Anda.”

https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/02/213349023/viral-kabar-pegawai-kpi-pusat-alami-pelecehan-seksual-di-kantor-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke