Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Catatan Karang tentang Perubahan Iklim dari Abad Pertengahan dan Masa Kini

Oleh: Sri Yudawati Cahyarini

KENAIKAN suhu global karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim. Perubahan iklim yaitu perubahan pola suhu, curah hujan, pola angin dalam periode waktu yang lama. Perubahan iklim ini mempengaruhi frekuensi terjadi nya fenomena iklim skala antar tahunan, frekuensi badai tropis, perubahan permukaan air laut dan lain-lain.

Fenomena iklim antar tahunan yang dikenal adalah El Nino Southern Oscillation (ENSO) atau Indian Ocean Dipole (IOD). Fenomena iklim ENSO dicirikan dengan adanya gradien anomali suhu permukaan laut di wilayah samudra Pasifik. Fenomena iklim global ENSO terdiri dari El Niño (fase hangat) dan La Niña (fase dingin).

Pada saat terjadi El Niño, dalam skala global terjadi anomali suhu permukaan laut lebih tinggi dari biasanya di wilayah pantai barat Amerika, sedangkan di wilayah samudra Pasifik barat atau wilayah Indonesia dan sekitarnya menjadi lebih rendah dari biasanya. Pada saat La Niña, terjadi hal sebaliknya di mana periode anomali suhu permukaan laut di bawah rata-rata melintasi samudra Pasifik bagian timur.

Pada saat terjadi, El Nino mampu menimbulkan bencana kekeringan yang panjang di wilayah samudra Pasifik bagian barat, dan banjir di wilayah samudra Pasifik bagian timur. Peristiwa serupa yang terjadi wilayah samudra Hindia disebut sebagai peristiwa Indian Ocean Dipole (IOD). Terdapat dua fase dalam peristiwa IOD yaitu IOD positif dan IOD negatif.

Pada saat IOD positif, anomali suhu permukaan laut lebih rendah daripada biasanya terjadi di wilayah timur samudra Hindia, yaitu wilayah Indonesia dan sekitarnya, yang mengakibatkan sedikit uap air di wilayah ini sehingga menimbulkan sedikit curah hujan atau kekeringan. Hal sebaliknya terjadi di wilayah barat Samudra Hindia atau pantai timur Afrika. Sementara itu pada fasa IOD negatif, terjadi hal sebaliknya yang berakibat curah hujan meningkat di wilayah Indonesia dan sekitarnya.

Kedua fenomena ini menyebabkan bencana iklim, khususnya di wilayah negara yang berbatasan dengan samudra Hindia dan Pasifik. Perubahan iklim tidak bisa dimungkiri telah mampu menimbulkan bencana iklim, seperti kekeringan, banjir, kenaikan frekuensi badai tropis, kenaikan frekuensi fenomena iklim ENSO atau IOD, kenaikan muka air laut dan lain sebagianya.

Data dari The International Disaster Database (EM-DAT) menyebutkan terjadinya kerugian ekonomi yang besar akibat bencana iklim, yaitu sekitar 19 juta dollar AS atau sekitar Rp 273,5 miliar selama periode 1914-2021.

Fakta tersebut merupakan peringatan kepada kita bahwa perubahan iklim harus dipahami dan direspons dengan tepat sebagai upaya untuk mitigasi, yaitu melalui pengurangan dan penstabilan tingkat gas rumah kaca yang terperangkap panas di atmosfer dan/atau beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah atau sedang terjadi.

Dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut, diperlukan juga pemahaman mengenai variabilitas iklimnya itu sendiri dari masa lampau, masa kini dan bagaimana prediksinya di masa mendatang. Hal ini memerlukan data dan informasi iklim dalam kisaran waktu yang panjang dari masa kini sampai masa lampau.

Studi iklim masa lampau (paleoclimate) mampu menyediakan data iklim dari masa kini sampai masa lampau di mana tidak tersedia data pengukuran. Data dan informasi tersebut tersimpan dalam apa yang disebut sebagai arsip alam seperti karang, sedimen laut, lingkaran pohon dan lain lain.

Data paleoclimate ini dapat digunakan untuk verifikasi data model prediksi iklim supaya lebih akurat sehingga dapat mendukung kegiatan adaptasi dan mitigasi bencana iklim lebih baik.

Karang Porites merupakan salah satu “alat” yang dapat digunakan untuk menyajikan situasi iklim masa lampau sampai resolusi bulanan. Kandungan geokimia karang Porites mampu merekam variabilitas parameter iklim seperti suhu permukaan laut, salinitas dan presipitasi.

Pertumbuhan tahunan karang Porites juga membentuk perlapisan terang dan gelap di bawah sinar X. Satu pasang warna terang dan gelap tersebut menunjukkan densitas yang tinggi dan rendah yang mewakili satu tahun pertumbuhan karang. Perlapisan pertumbuhan tahunan karang ini memberikan informasi iklim dalam urut urutan waktu dari masa kini sampai puluhan ribu tahun lampau.

Hasil penelitian tim LIPI yang telah diterbitkan di Scientific Reports menyajikan informasi tentang perubahan iklim yang terekam oleh catatan karang mati Porites pada masa iklim hangat abad pertengahan (medieval warm climate period ), yaitu periode tahun 1100 sampai tahun 1140. Karang mati Porites tersebut dari perairan terumbu karang wilayah selat Sunda, Teluk Lampung yang mewakili kondisi iklim masa lampau.

Sementara itu, kondisi iklim masa kini terekam dalam karang hidup Porites dari kepulauan Enggano yang mencakup data variabilitas iklim sepanjang tahun 1968 sampai tahun 2008.

Hasil rekaman karang Porites menunjukkan variabilitas suhu permukaan laut di wilayah bagian timur Samudera Hindia berkorelasi kuat dengan fenomena IOD, sedangkan korelasi dengan ENSO bersifat asimetris dimana korelasi sedang ditunjukkan pada saat El Niño dan korelasi lemah dengan La Niña.

Peristiwa IOD ekstrem pada tahun 1994 dan 1997 yang terekam oleh karang menunjukkan pendinginan suhu permukaan laut sebesar kurang lebih 3 derajat celcius dan sekitar 2 derajat celcius pada peristiwa IOD ekstrem tahun 2006.

Secara total, dapat dikenali terjadinya 32 peristiwa anomali suhu permukaan laut yaitu 16 peristiwa terjadi pendinginan dan 16 peristiwa pemanasan yang terekam oleh karang hidup dari perairan Enggano.

Sedangkan rekaman dari karang mati pada periode iklim hangat abad pertengahan (yaitu 1100 sampai 1140) menunjukkan hanya terdapat 24 peristiwa anomali suhu permukaan laut di mana dijumpai 14 peristiwa pendinginan dan 10 peristiwa pemanasan. Lalu, dalam kurun 40 tahun di abad pertengahan hanya dikenali satu peristiwa ektrem IOD positif. Ini jauh lebih sedikit dibandingkan peristiwa ekstrem masa kini pada abad 21.

Hal ini berarti telah terjadi kenaikan frekuensi fenomena iklim antar tahunan seperti ENSO/IOD. Selain itu, terjadinya perubahan iklim juga dibuktikan dengan adanya besaran suhu permukaan laut siklus musiman pada masa kini yang hampir 50% lebih tinggi dibandingkan pada saat periode iklim hangat abad pertengahan.

Mengingat dampak perubahan iklim yang dapat sangat merugikan berbagai sektor dalam kehidupan manusia maka perlu kerjasama penelitian antar peneliti yang bekerja pada area iklim masa lampau, masa kini dan pemodelan iklim serta disiplin ilmu lainnya terkait iklim agar diperoleh pemahaman yang benar dan tindakan yang tepat dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana perubahan iklim.

Sri Yudawati Cahyarini

Peneliti Utama Kelompok Penelitian Iklim dan Lingkungan Masa Lampau

Puslit Geoteknologi- LIPI

https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/07/090400223/catatan-karang-tentang-perubahan-iklim-dari-abad-pertengahan-dan-masa-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke